Sebut Mutasi Itu Pemberhentian, Sekda Kaur Tidak Izin Kemendagri

Kaur, Sentralnews.com- Terkait mutasi pejabat eselon II di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Kaur, Sekretaris Daerah (Sekda) Nandar Munadi ungkap perihal Kepala dinas pariwisata pemuda dan olahraga) Kabupaten Kaur, Jon Harimul bukan di mutasi melainkan diberhentikan.

“Dan bentuk daripada sanksinya adalah pemberhentian dari jabatan,” Sebut Sekda terkait mutasi eselon II Kadispora.

Perihal mutasi harus melalui izin Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) RI dan acuan UU Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 71 Ayat 2 yang melarang ASN dimutasi 6 bulan sebelum penetapan paslon, Sekda menilai tidak perlu ada izin dalam persoalan ini.

“Iya, masa kalau orang sudah melakukan pelanggaran didiamkan, harus izin, kalau pemberian sanksi tidak ada ketentuan,” jawab Sekda.

Nandar juga menjelaskan terkait alasan pemindahan/pemberhentian Aparatur Sipil Negara (ASN) ini mengacu pada persoalan ketidak hadiran Mantan Kadispora Kab Kaur pada saat rapat bersama DPRD.

“Sesuai dengan himbauan DPRD seluruh eselon II harus aktif mengikuti undangan kegiatan rapat-rapat di dewan, tapi setelah kami cek yang berasangkutan sudah 6 kali tidak hadir, atas keteledoran itu yang bersangkutan dianggap melanggar disiplin PNS,” jelas Sekda.

Lanjutnya“Karena yang bersangkutan diminta kelarifikasi oleh inspektorat disurati tiga kali berturut-turut tapi tidak mau hadir,” Jelasnya.

Diketahui sebelumnya tinggal menghitung hari lagi tahapan Pemilihan kepala daerah (Pilkada) penetapan calon pada 23 September. Bupati Kaur, Guzril Fauzi melakukan mutasi kepada pejabat eselon II yaitu Kadispora (Kepala dinas pariwisata pemuda dan olahraga) Kabupaten Kaur, Jon Harimul.

Mutasi tersebut tertuang dalam petikan keputusan bupati kaur nomor : 188.4.45-693 Tahun 2020.

Padahal dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 71 Ayat 2 yang berbunyi Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Wali Kota atau Wakil Wali Kota dilarang melakukan penggantian pejabat enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari menteri.

Bila kepala daerah petahana melanggar ketentuan mutasi pejabat berdasarkan UU No 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota atau biasa disebut UU Pilkada. Sesuai Pasal 71 Ayat 5, bila melanggar bisa mendapatkan pembatalan atau diskualifikasi sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota. Selain itu, ada pula ancaman pidana penjara paling lama enam bulan dan denda paling banyak Rp 6 juta berdasarkan Pasal 190.