Ancaman Pecat Bagi Pendamping PKH Ikut Berpolitik

Bengkulu, Sentralnews.com – Tahapan Pemilihan Umum (Pemilu) serentak Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sudah berjalan. Masa kampanye pun sudah dimulai dan masih berjalan. Menyikapi hal ini, pemerintah juga terus berupaya untuk menjaga netralitas ASN, TNI, Polri, dan Pekerja Sosial yang terikat kontrak dengan pemerintah demi terwujudnya pemilu yang damai dan kondusif.

Salah satu elemen pekerja sosial yang diimbau untuk menjaga netralitasnya adalah Pendamping Progran Keluarga Harapan (PKH). Mengingat tugas dan tanggungjawabnya yang bersentuhan langsung dengan masyarakat penerima manfaat PKH.

Dinas Sosial Kabupaten Seluma telah menerbitkan surat edaran agar Pendamping PKH dan pekerja sosial lainnya di lingkungan dinas sosial dapat menjaga netralitasnya dalam menghadapi pemilu serentak bulan Desember mendatang.

Menurut pengamat hukum yang juga merupakan seorang pengacara muda asal Bengkulu, Aan Julianda, setiap orang yang menerima gaji yang sumbernya dari dana negara alias APBN dan APBD, wajib menjaga netralitasnya dalam setiap proses politik pemilu. Mulai dari ASN sampai dengan pekerja sosial yang dikontrak oleh negara, termasuk Pendamping PKH.

“Pendamping PKH tidak diperbolehkan ikut terlibat dalam politik praktis. Yang namanya menerima uang (gaji) dari negara, maka dalam pilkada harus netral. Tidak boleh menjadi tim sukses atau relawan”, ucap Aan Julianda, Minggu (11/10).

Pendamping PKH, lanjut Aan, meski tak menggunakan atribut PKH, tetap tidak boleh menyalahgunakan potensi yang dimilikinya sebagai Pendamping PKH dalam proses politik pemilu. Misalnya, menyalahgunakan data penerima manfaat PKH mulai dari daftar nama Pendamping PKH sampai dengan daftar nama Kelompok Penerima Manfaat PKH.

“Walaupun tidak menggunakan atribut PKH, tetap harus netral. Karena mereka punya potensi sebagai Pendamping PKH. Apa potensinya? Mereka memiliki data Pendamping PKH di suatu daerah dimana mereka bekerja. Dan punya juga data penerima manfaat PKH. Hal ini rawan disalahgunakan untuk kepentingan politik dalam pemilu. Makanya saya bilang, Pendamping PKH harus tetap netral”, bebernya.

Aan juga mengungkapkan, selain dengan kontrak kerjanya, para Pendamping PKH juga terikat dengan Kode Etik SDM PKH yang isinya adalah aturan yang harus ditaati oleh seluruh sumber daya manusia (SDM) PKH, termasuk pendamping PKH.

Kode Etik SDM PKH juga memuat tentang larangan bagi SDM PKH, termasuk larangan penyalahgunaan data dan terlibat dalam politik praktis.

“Pada pasal 10 dalam bagian keempat Kode Etik SDM PKH memuat tentang larangan. Kalau tidak salah saya ada 13 poin larangan. Poin (b) menyatakan larangan menggunakan data dan/atau informasi yang dimiliki untuk hal-hal di luar tugas pelaksanaan PKH. Kemudian ada juga poin (i) yang melarang SDM PKH terlibat dalam aktivitas politik praktis seperti pengurus dan/atau anggota Partai Politik, menjadi juru kampanye, melakukan kampanye, mendaftar menjadi calon anggota legislatif pusat ataupun daerah, mendaftar menjadi calon anggota Dewan Perwakilan Daerah, mendaftar menjadi calon pada Pemilihan Kepala Daerah, Pemilihan Kepala Desa dan sebutan lainnya”, ungkap Aan.

Setiap larangan mengandung sanksi bagi Pendamping PKH yang melanggarnya. Mulai dari sanksi paling ringan berupa teguran atau peringatan, sampai dengan yang terberat yakni pemecatan.

“Buat Pendamping PKH yang coba-coba bermain dalam pemilu sebaiknya berhati-hati. Jika terbukti, sanksi sudah menanti. Sanksi paling ringan adalah peringatan. Sanksi terberatnya adalah pemecatan. Jadi, kalau tidak mau dipecat, sebaiknya Pendamping PKH netral sajalah”, sambungnya.

Menurut Aan, keterlibatan PKH dalam tim sukses bukan termasuk dalam pidana pemilu, akan tetapi jika ada pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang terbukti melibatkan Pendamping PKH sebagai mesin politiknya dalam mencari suara dan menyalahgunakan data penerima manfaat PKH, apabila terbukti secara terstruktur, massif dan sistematis, maka bukan tidak mungkin seandainya paslon tersebut terpilih dapat digugat ke Mahkamah Konstisusi (MK). Bila terbukti oleh MK, bisa saja paslon tersebut digagalkan oleh MK.

Pengacara muda lulusan Fakultas Hukum Universitas Bengkulu ini mengingatkan kepada para Pendamping PKH, agar dapat menjaga netralitas dalam seluruh tahapan pemilu. Jangan sampai terkena sanksi karena terbukti melanggar kode etik SDM PKH.

“Untuk seluruh Pendamping PKH, khususnya para Koordinator di setiap wilayah provinsi dan kabupaten/kota yang ada di Bengkulu untuk dapat mengkoordinir kawan-kawan Pendamping PKH dibawahnya agar tetap menjaga netralitas dalam setiap tahapan pemilu ini. Jangan sampai melanggar kode etik kemudian mendapat sanksi. Kan sayang, kalo sampai dipecat”, tutupnya.