Bengkulu, Sentralnews.com- Tim Advokasi Barisan Masyarakat Pejuang Tanah Ulayat penyangga PT.PDU (BMPTUP-PT.PDU) sampaikan surat penolakan atas pengajuan pembaharuan HGU PT. Purnawira Dharma Upaya(PT.PDU) yang sudah habis pada bulan Desember 2018. 09/10/2020.
Surat yang berisi penolakan pembaharuan dengan Nomor : 01/Advokasi.BMPTUP/X/2020 ini ditujukan kepada Presiden Republik Indonesia di Jakarta, Kepala Kantor Staf Kepresidenan di Jakarta, Menteri Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional di Jakarta, dengan tembusan kepada Gubernur Provinsi Bengkulu, Kepala Kanwil ATR/BPN Provinsi Bengkulu, Bupati Bengkulu Utara, Kepala kantor pertanahan Kabupaten Bengkulu Utara.
Tim Advokasi Barisan Masyarakat Pejuang Tanah Ulayat Penyanggah PT PDU (BMPTUP-PT PDU)i Jecky Haryanto, SH, Melyan Sori, Sony Taurus
Sony Taurus mengatakan salah satu landasan penolakan pembaharuan HGU lahan PT yang berlokasi di Kecamatan Lais Kabupaten Bengkulu Utara ini, dikarenakan Perusahaan sawit yang HGU nya 4000 Hektare ini banyak terlantar dan tidak banyak memberi manfaat kepada masyarakat, dan sudah mempersempit ruang kelola pertanian masyarakat Kecamatan Lais dan Batik Nau.
1. Bahwa telah diberikan Hak Guna Usaha untuk PT. Purnawira Dharma Upaya (PT.PDU), sebagaimana tertuang dalam Sertipikat Hak Guna Usaha No 12 Tahun 1989 Surat Ukur No 12/PT/BU/1989 luas 4.000 Ha, dengan dasar Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 17/ HGU/ 1988 tentang Pemberian Hak Guna Usaha Atas Nama PT. PURNAWIRA DHARMA UPAYA JAKARTA, tertanggal 27 Oktober 1988.
2. Bahwa berdasarkan sertipikat Hak Guna Usaha No 12 Tahun 1989 masa pemberian Hak Guna Usaha kepada PT. Purnawira Dharma Upaya adalah selama 30 Tahun yang berakhir pada 31 Desember 2018, dan HGU tersebut tidak dilakukan
“perpanjangan” sebagaimana hasil hearing dengan pihak Pemerintah Provinsi Bengkulu 22 September 2020.
3. Bahwa berdasarkan infomasi dari masyarakat lahan HGU PT. Purnawira Dharma Upaya telah ditelantarkan pada periode 1992 s.d 2004, dan kemudian pada tahun 2004 beraktifitas kembali dengan melakukan perubahan jenis komoditi dari kakao menjadi sawit diduga secara illegal karena tidak disertai perubahan izin-izin (HGU).
4. Bahwa PT. Purnawira Dharma Upaya telah tidak menjalankan hasil kesepakatan rapat yang difasilitasi DPRD Provinsi Bengkulu pada tanggal 22 Maret 2007.
5. Bahwa PT. Purnawira Dharma Upaya juga tidak menindaklanjuti hasil pertemuan yang difasilitasi Pemerintah Daerah Bengkulu Utara pada tanggal 19 Desember 2013.
6. Bahwa berdasarkan Nota Dinas Dinas Perkebunan Kabupaten Bengkulu Utara Nomor : 525/ 378/ D-2/ 2003 tanggal 31 Juli 2003, pada poin (2) dijelaskan “dari 25 perusahaan yang telah berstatus HGU terdapat 5 perusahaan yang benar-benar terlantar salah satunya PT. Purnawira Darma Upaya (PT. PDU) luas lahan 4.000 Ha”.
7. Bahwa PT. Purnawira Dharma Upaya “telah terbukti menelantarkan lahan” yang menjadi Objek HGU, dalam beberapa dekade pemerintah telah mengeluarkan beberapa pengaturan utnuk mengantisipasi penelantaran lahan seperti Instruksi Mendagri No. 21 Tahun 1973 tentang Larangan Penguasaan Tanah Yang Melampaui Batas yang disertai dengan Surat Edaran Dirjen Agraria No.Ba.10/6/10/73, tertanggal 1 Oktober 1973 yang menjelaskan latar belakang dari larangan tersebut; Instruksi Mendagri No.2 Tahun 1982 tentang Penertiban Tanah Di Daerah Perkotaan yang Dikuasai Oleh Badan Hukum/Perorangan yang Tidak Dimanfaatkan/ Ditelantarkan, yang kemudian disertai dengan Surat Edaran Dirjen Agraria No.593/650/AGR tertanggal 30 Januari 1982 yang menjelaskan maksud Penertiban tersebut; Keputusan Mendagri No.268 Tahun 1982 tentang Pokok-Pokok Kebijaksanaan Penertiban/ Pemanfaatan Tanah yang Dicadangkan Bagi dan atau Dikuasai Oleh Perusahaan-Perusahaan; Surat Keputusan Menteri Pertanian No.167/ Kpts/KB.110/3/90 tentang Pembinaan dan Penertiban Perkebunan Besar Swasta Khususnya Kelas IV dan Kelas V; Instruksi Menteri Negara Agraria/Ka BPN No.1 Tahun 1994 tentang Inventarisasi Penguasaan Tanah oleh Badan Hukum/Perorangan; Instruksi Menteri Negara Agraria/Ka.BPN No.2 Tahun 1995 tentang Inventarisasi Tanah Terlantar, Tanah kelebihan dan Tanah Absentee; Peraturan Pemerintah No.36 Tahun 1998 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar; Permennag/Ka.BPN No.3 Tahun 1998 tentang Pemanfaatan Tanah Kosong Untuk Tanaman Pangan.Bahwa serangkaian peraturan di atas merupakan respon pemerintah terhadap kecenderungan perilaku perusahaan berbadan hukum yang tidak segera memanfaatkan seluruh tanah yang sudah diberikan/ ditelantarkan.
8. Bahwa secara tegas dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian No.167/ Kpts/KB.110/3/90 tentang Pembinaan dan Penertiban Perkebunan Besar Swasta Khususnya Kelas IV dan Kelas V, khususnya pasal 3 ayat (4) dijelaskan “apabila perkebunan sawit besar swasta masuk kategori V (terlantar) maka Dirjen Perkebunan akan mengusulkan ke BPN agar HGU nya dicabut, dan apabila masa berlakunya habis atas nama Menteri Pertanian mengusulkan ke BPN agar HGU tidak diperpanjang atau diperbaharui”.
9. Bahwa informasi masyarakat sekitar wilayah lahan HGU pada saat ini pihak PT. PDU dan/ atau pihak lainnya sedang mengupayakan untuk melakukan Pembaharuan HGU sebagaimana dimaksud pasal 35 s.d pasal 38 Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pengaturan Dan Tata Cara Penetapan Hak Guna Usaha.
Bahwa berdasarkan hal-hal yang kami kemukakan diatas dan fakta-fakta yang ditemukan dilapangan oleh masyarakat yaitu :
• Peralihan komoditi PT. PDU tidak pernah di sosialisasikan kepada masyarakat.
• Sampai saat ini rencana Pembaharuan/ Perpanjang HGU tanpa ada sosialisasi dengan tokoh adat dan tokoh masyarakat maupun masyarakat sekitar.
• PT. PDU tidak pernah menunjukkan kepada masyarakat bukti bahwa mereka pernah melakukan Ganti Rugi Tanam Tumbuh tanah 4000 Ha
• PT. PDU tidak banyak memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitar wilayah operasional PT. PDU
• PT. PDU tidak pernah mengalokasikan kas desa (CSR)
• Lahan pertanian Masyarakat Desa Penyangga semakin sempit akibat keberadaan perkebunan PT. PDU