Semua Pihak Diminta Kooperatif Dipanggil KPK, Termasuk Pejabat Bengkulu

Bengkulu,  Sentralnews.com, – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengimbau kepada semua pihak yang dipanggil sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) ekspor benur lobster yang menyeret Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edy Prabowo dan kawan-kawan untuk kooperatif memenuhi panggilan penyidik KPK.

Plt, Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, Selasa (12/1/2021) menerangkan, Pemanggilan seseorang sebagai saksi tentu karena ada kebutuhan penyidikan untuk menjadi lebih terangnya dugaan rangkaian perbuatan para tersangka.

“Untuk itu KPK mengimbau kepada pihak- pihak yang dipanggil KPK agar bersikap kooperatif memenuhi kewajiban hukum tersebut,” jelas Ali Fikri.

Pihaknya, sambung Ali Fikri, Senin (12/1/2021) telah menjadwalkan Bupati Kaur Gusril Pausi diperiksa sebagai saksi kasus TPK suap terkait perijinan tambak, usaha dan atau pengelolaan perikananan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020. Namun diduga Gusril Pausi tidak hadiri pemanggilan tersebut.

“Yang bersangkutan (Gusril Pausi Bupati Kaur, tdak hadir tanpa ada konfirmasi dan akan diagendakan untuk pemanggilan kembali,” kata Ali Fikri.

Selain itu, lanjut Ali Fikri, didalam kasus dugaan TPK suap oleh Penyelenggara Negara terkait dengan perizinan tambak, usaha dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020, tim penyidik KPK juga memanggil Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah untuk dimintai keterangan sebagai saksi untuk tersangka Suharjito selaku Direktur PT Dua Putra Perkasa sama dengan Gusril, namun surat panggilan terhadap Gubernur Bengkulu belum diterima.

“(Rohidin Mersyah Gubernur Bengkulu) dipanggil sebagai saksi untuk tersangka SJT. Namun surat panggilan sebagai saksi terhadap yang bersangkutan (Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah) setelah kami cek, belum diterima. Tim Penyidik KPK, segera  mengagendakan untuk dilakukan pemanggilan kembali kepada yang bersangkutan. Mengenai waktunya akan kami informasikan lebih lanjut,” jelas Ali Fikri.

Pemanggilan terhadap dua kepala daerah tersebut untuk mengumpulkan bukti kasus tersebut dan melengkapi berkas penyidikan tersangka Suharjito.

Selain Suharjito, KPK juga telah menetapkan enam tersangka, yaitu Edhy Prabowo (EP), Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Safri (SAF), Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Andreau Pribadi Misata (APM).

Selanjutnya, Amiril Mukminin (AM) dari unsur swasta/Sekretaris Pribadi Edhy, pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadi (SWD), dan Ainul Faqih (AF) selaku staf istri Edhy Prabowo.

Edhy diduga menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benih lobster menggunakan perusahaan “forwarder” dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp9,8 miliar.

Uang yang masuk ke rekening PT ACK yang saat ini jadi penyedia jasa kargo satu-satunya untuk ekspor benih lobster itu selanjutnya ditarik ke rekening pemegang PT ACK, yaitu Ahmad Bahtiar dan Amri senilai total Rp9,8 miliar.

Selanjutnya pada 5 November 2020, Ahmad Bahtiar mentransfer ke rekening staf istri Edhy bernama Ainul sebesar Rp3,4 miliar yang diperuntukkan bagi keperluan Edhy dan istrinya Iis Rosita Dewi, Safri serta Andreau.

Antara lain dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh Edhy dan istrinya di Honolulu, AS, pada 21 sampai dengan 23 November 2020 sejumlah sekitar Rp750 juta di antaranya berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, dan baju Old Navy.

Selain itu, sekitar Mei 2020, Edhy juga diduga menerima 100 ribu dolar AS dari Suharjito melalui Safri dan Amiril.