Perusahaan ‘Nakal’ Hanya Daftarkan Sebagian Karyawannya, BPJSTK : Itu Tugasnya Pengawasan Provinsi

Sebagian karyawan PT DKI saat buat laporan di Disnaker

BATAM,SentralNews.com  – Kinerja Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) atau BPJamsotek layak dipertanyakan. Pasalnya, masih banyak temuan dilapangan bagi karyawan perusahaan subcontraktor di galangan kapal (Shipyard) tidak terdaftar menjadi kepesertaan BPJamsotek, sementara nama badan hukum perusahaan sudah menjadi peserta.

Seperti temuan media ini, dua perusahaan subcon galangan kapal di Batam yakni PT Lentera Segara Indonesia (LSI) dan PT Delimax Kontruksi Indonesia (DKI). Kedua perusahaan ini mempekerjakan puluhan hingga ratusan karyawannya tanpa didaftar menjadi kepesertaan BPJamsotek.

Untuk diketahui, PT LSI merupakan perusahaan sub-kontraktor di PT Patria Maritim Perkasa yang berdomisili di luar Batam, bahkan perusahaan itu terdaftar di luar Batam menjadi kepesertaan BPjamsostek. Terungkapnya puluhan karyawan yang dipekerjakan PT LSI tidak didaftarkan menjadi kepesertaan BPJamsotek bermula saat mereka mengalami penunggakan upah/gaji borongan oleh manajemen ke karyawan.

Dan parahnya lagi, informasi yang diperoleh awak media ini, upah borongan sebesar ratusan juta itu pun belum juga terselesaikan hingga saat ini, meski sudah ditangani Pengawasan Disnaker Provinsi Kepri, dan dilakukan RDP di Komisi IV DPRD kota Batam.

PT Delimax Kontruksi Indonesia (DKI) merupakan perusahaan lokal yang menjadi salah satu perusahaan subcon galangan kapal di dua perusahaan Mencon (pemberi kerja) yakni PT PaxOcean dan PT Batamec Shipyard. Perusahaan ini juga tidak mendaftar puluhan karyawannya menjadi kepesertaan BPJamsotek. Hal itu terungkap saat puluhan karyawannya yang belum menerima upah/gaji mendatangi kantor Disnaker kota Batam untuk mengadu belum lama ini.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Cabang BPJamsotek Nagoya melalui Yusuf Delfi selaku Kabid Kepesertaan Korporasi dan Institusi mengatakan pihaknya tidak memiliki kekuatan hukum untuk menindak perusahaan nakal yang hanya mendaftarkan sebagian karyawannya menjadi peserta.

“Kita BPJS tidak mempunyai ‘Law enforcement’ atau kekuatan hukum untuk menindak perusahaan tersebut. Karena BPJS Ketenagakerjaan sifatnya melakukan edukasi pembinaan terkait prodak negara yakni program BPJSTK.” Ujar Yusuf, Rabu(24/11/2021) saat ditemui diruang kerjanya, kantor BPJSTK Cabang Nagoya.

Diwaktu bersamaan, Kepala Cabang BPJSTK Batam II Sekupang, Moch Faisal mengatakan bahwa hal itu bukan tugasnya BPJS Ketenagakerjaan, melainkan tugas Pengawasan Disnaker Provinsi Kepri.

“Itu tugasnya PPNS khususnya Disnaker pegawai pengawas, ketika ada perusahaan yang tidak mendaftarkan seluruh karyawan nya atau kecelakaan kerja.” Sebutnya, melalui via telepon pada media ini.

Menurut Faisal, SOP Pembinaan BPJSTK terjadi setelah perusahaan itu melakukan pendaftaran.

“Pembinaan baru dilakukan ketika ada pendaftaran, barulah kita lakukan edukasi dan menjelaskan agar perusahaan tersebut mendaftarkan seluruh karyawannya. Tapi kebanyakan dari pekerja tidak berani untuk melaporkan, bila mereka belum didaftarkan ke BPJSTK,” tuturnya.

Sementara itu, Kepala UPT Pengawasan Disnaker wilayah kerja Kota Batam ketika dikonfirmasi belum memberikan respon.

Perlu diketahui, Menurut Pasal 99 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003, setiap pekerja/buruh berhak untuk memperoleh jaminan sosial dari pengusaha sebagai pemberi kerja.

Mengenai jaminan sosial tenaga kerja telah diatur dalam UU No. 3 Tahun 1992. Pengusaha yang tidak mendaftarkan pekerja atau buruhnya
sebagai peserta jaminan sosial dapat dikenakan sanksi yang ditentukan dalam perundang-undangan.

Rumusan masalahnya adalah :
1) Bagaimana jenis sanksi yang dapat diberikan kepada pengusaha
yang tidak mendaftarkan pekerja atau buruhnya sebagai peserta jaminan sosial?;
2) Bagiamana tata cara pengenaan sanksi kepada pengusaha yang tidak mendaftarkan pekerja atau buruhnya sebagai peserta jaminan sosial?.

Dari hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa sanksi bagi pengusaha yang tidak mendaftarkan pekerja atau buruhnya sebagai peserta jaminan sosial diatur dalam UU No. 3
Tahun 1992 dan UU No. 24 Tahun 2011, yang terdiri dari sanksi pidana dan sanksi administrasi.

Sanksi pidana berupa pidana kurungan atau pidana denda, sedangkan sanksi administrasi meliputi:
teguran tertulis, denda, atau tidak mendapat pelayanan publik tertentu. Sanksi pidana dikenakan
oleh pengadilan yang dilakukan setelah proses pemeriksaan perkara pidana di pengadilan selesai dan
terdakwa (perusahaan) dinyatakan terbukti bersalah.

Tata cara atau mekanisme pengenaan sanksi pidana didasarkan pada ketentuan di dalam KUHAP. Kemudian sanksi administrasi dikenakan oleh
BPJS dan pemerintah atas permintaan BPJS. Sanksi administrasi dikenakan secara bertahap yang
dimulai dari teguran tertulis, denda, dan tidak mendapat pelayanan publik tertentu. Sehubungan dengan pengaturan pengenaaan sanksi administrasi yang terakhir agar dilakukan kajian ulang karena
hanya diberlakukan untuk perusahaan yang tidak melunasi setoran denda, sehingga perusahaan yang
tidak membayar denda sama sekali tidak dikenakan sanksi berupa tidak mendapat pelayanan publik
tertentu.

Editor don
Liputan Ginting.