Batam, Sentralnews.com – PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Berelang Mandiri melalui Kepala Devisi Penyelesaian Kredit Bermasalah, Martin Situmeang S.E.,S.H menegaskan BPR Barelang Mandiri tidak pernah mengangkangi putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 224 K/Pdt/2020, terkait sengketa kasus perdata debitur almarhum Renjana Surjadi Ginting. Pasalnya, Pengadilan Negeri (PN) Batam belum pernah memberikan surat pemanggilan atau teguran kepada BPR Barelang Mandiri terkait putusan MA tersebut.
“Kita belum ada menerima surat pemanggilan dari Pengadilan Negeri, bagaimana kita mau menanggapi.” Ujar Martin Situmeang, saat memberikan klarifikasi pada media ini di Batam Center, Senin (15/5/2023) siang.
Menurut Martin, Mekanisme eksekusi dari putusan Mahkamah Agung tersebut ada 2 cara yakni eksekusi paksa dan sukarela. Dan PT BPR Barelang Mandiri menghormati Hukum selama ini kooperatif, selalu hadir setiap ada pemanggilan dari pengadilan.
“Kita bahkan selalu hadir setiap ada panggilan dari PN Batam dan juga mengikuti persidangan sebelumnya. Dan selama ini kami dari pihak BPR Barelang Mandiri masih menunggu kehadiran Nyonya Lili Leli BR Keliat (istri kedua-red) dari almarhum debitur Renjana Surjadi Ginting, yang ikut menandatangi kredit tersebut bersama Almarhum, dimana sampai saat ini tidak diketahui dimana keberadaanya,” katanya.
Martin menjelaskan awal kronologi pengajuan kredit almarhum Renjana Surjadi Ginting. Pada tahun 2013 lalu mengajukan kredit sebesar Rp 300 juta, dengan mengangunkan dua buah sertifikat rumah yang dimilikinya. Namun, setelah berjalan dua kali pembayaran, almarhum debitur meninggal dunia, sebelum dilakukan medical cek up kesehatan untuk asuransinya.
“BPR Barelang Mandiri selalu berusaha memberikan dan mengedepankan pelayan luar terbaik kepada debitur maupun calon debiturnya. Maksudnya untuk pengajuan kredit Almarhum Bapak Renjana Surjadi Ginting belum melakukan Medical Chek up, dikarena Alm memohon kepada bank untuk dicairkan terlebih dahulu kredit Almarhum walaupun belum keluar medical chek up, dimana debitur ada membuat surat pernyataan apabilah terjadi resiko atau hal – hal yang tidak di inginkan, akan menjadi tanggung jawab debitur, sehingga komite kredit pembiayaan mencairkan dananya. Sebenarnya permasalahan ini bukan produk BPR, melainkan asuransi jiwa dan Notaris yang mengeluarkan Akta Pembebanan Hak Tanggungan (APHT) dan hal inilah yang membuat notaris dan BPN turut tergugat,” jelasnya.
Dan terkait dana potongan sebesar Rp 6 juta an untuk asuransi almarhum debitur tersebut di debet ke rekening penyimpanan untuk dibayarkan ke pihak Ansuransi apabila Polis Ansuransi sudah terbit, untuk Ansuransi Jiwa hal itu bukanlah urusan BPR Barelang Mandiri, karena untuk urusan asuransi jiwa,BPR Barelang Mandiri hanya membantu pendaftaran asuransi Jiwa debitur kepada Pihak Ansuransi.
Namun Sebelum Polis Ansuransi terbit debitur sudah meninggal dunia
Dari pihak BPR Barelang Mandiri juga, kata Martin, senantiasa membuka jalur komunikasi kepada keluarga almarhum debitur untuk bersama menyelesaikan permasalahan ini secara kekeluargaan dengan menghadirkan semua para pihak, sebelum BPR Barelang Mandiri melakukan upaya hukum dikemudian hari.
“Kita masih membuka kesempatan untuk almarhum keluarga debitur mantan istri, istri keduanya dan ketiga anaknya datang ke BPR Barelang Mandiri. Mari kita selesaikan secara kekeluargaan. Dan perlu saya tegaskan, BPR Barelang Mandiri belum pernah melakukan upaya hukum. Dan kita sedang mempertimbangkannya mengapa kita melakukan itu. Dan perlu diketahui pihak keluarga, dengan gugurnya hak tanggungan tidak berarti kewajiban Alm ataupun Ahli warisnya serta merta lunas, dan almarhum Bapak Renjana Surjadi Ginting sebagai debitur sudah menikmati dan menggunakan Dana pencairan tersebut,” tutupnya, mengakhiri pembicaraan.
Editor red.
Liputan Don.