Bengkulu, Sentralnews.com – CEO PT. Inmas Abadi, Suwanto Sutono angkat bicara soal pomelik rencana penambangan batubara, yang dituduhkan akan berakibat ancaman kerusakan ruang hidup dan lingkungan yang menimpa warga, kehidupan flora dan fauna.
Suwanto menjelaskan PT. Inmas Abadi baru rencana akan melakukan aktivitas pertambangan, tentu kedepannya akan selalu berkomitmen sesuai dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).
Selanjutnya, kata Suwanto, yang dituduhkan bahwa PT. Inmas Abadi selama pra-konstruksi, konstruksi dan produksi akan berdampak negatif terhadap lingkungan hidup, seperti penurunan kualitas air, erosi, terganggunya habitat satwa.
“Kami menjamin perlindungan dan pengelolaan air limbah, tentu terlebih dahulu sebelum dilepas kembali ke media lingkungan dan kegiatan pengolahan air limbah sesuai standar yang ditentukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup” jelas Suwanto, Selasa (16/05/2023).
Tidak itu saja, ia juga mengklarifikasi soal tumpang tindih kawasan Taman Wisata Alam (TWA) dan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Lebong Kandis dengan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Batubara PT Inmas Abadi adalah benar dan di dalam AMDAL yang dibuat oleh PT Inmas Abadi, PT Inmas Abadi memastikan lokasi pertambangan yang ada di kawasan TWA itu nantinya akan di enclave dan dilindungi tanpa ada gangguan dari aktivitas perusahaan. Dan, bukan hanya TWA-nya saja, tapi kami akan mematuhi peraturan yang berlaku, kita juga akan meng-enclave baperzoonnya, 500 meter dari TWA Sebelat.
Untuk lokasi yang berstatus di kawasan hutan produksi konversi dan hutan produksi terbatas tidak ada larangan untuk kegiatan pertambangan namun harus ada persyaratan khusus yaitu mendapatkan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH).
“Jadi sekarang PT. Inmas Abadi belum bisa mengurus persyaratan, itu. Karena syarat awalnya harus mengurus izin lingkungan yang dimulai dengan penyusunan dokumen Amdal. Jadi saat ini kami sampaikan bahwa PT Inmas Abadi tidak akan masuk ke dalam wilayah hutan tersebut sebelum mengurus persyaratan resmi dan yang berlaku di negara ini,” tandasnya.
Saat ini, lanjut Suwanto, PT. Inmas Abadi baru bisa memulai aktivitas pertambangannya di lokasi yang berstatus APL, dimana lokasi tersebut dibeli oleh PT. Inmas Abadi dari warga masyarakat dengan ganti untung.
Lebih lanjut ia juga menyinggung soal gelar konsultasi publik Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) rencana kegiatan pertambangan batubara di Aula Kantor Kepala Desa Suka Baru baru-baru ini, ada warga yang diusir saat konsultasi publik.
Pada saat gelar konsultasi publik, mengenai ada warga yang diusir, itu disebabkan karena pada saat acara berlangsung warga tersebut tidak mau mengikuti arahan panitia dan membuat konsultasi publik agak terganggu sehingga dikeluarkan oleh pihak keamanan dari Aula tempat konsultasi publik berlangsung. Akan tetapi, salah satu temannya yang juga merupakan warga dari desa yang sama diberikan kesempatan oleh panitia untuk menyampaikan aspirasinya karena dapat mengikuti arahan panitia. Dan setelah warga tersebut tenang, ia diperbolehkan kembali untuk masuk ke dalam Aula.
Usai konsultasi publik tersebut, warga yang diusir tersebut kemudian menghampiri ketua tim penyusun AMDAL Prof. Atra, untuk meminta maaf, dan kemudian ia menyampaikan bahwa mereka sebenarnya hanya minta dibuatkan sumur bor kepada PT. Inmas Abadi, dimana sumur bor tersebut dibutuhkan sebagai sumber air tambahan karena saat ini sungai Sebelat adalah satu-satunya sumber air bagi desa mereka.
Kami sangat gembira atas terselenggaranya Konsultasi Publik dimana warga masyarakat yang terdampak langsung sangat antusias menyampaikan aspirasi mereka dan mendukung penambangan yang akan dilakukan oleh PT. Inmas Abadi.
Atas tuduhan-tuduhan selama ini yang dilontarkan kepada PT. Inmas Abadi soal penurunan kualitas air, erosi, terganggunya habitat satwa seperti Gajah, menurut Suwanto tidak adil, karena PT. Inmas Abadi sampai sekarang baru menyusun AMDAL dan belum melakukan aktivitas penambangan, jadi bagaimana mungkin PT. Inmas Abadi bisa mengakibatkan penurunan kualitas air, erosi dan mengganggu habitat satwa seperti Gajah.