Anggota Komisi II DPRD Provinsi Bengkulu, Usin Abdisyah Putra Sembiring, SH, menyatakan bahwa obat alternatif ini ditemukan oleh beberapa kelompok kader lingkungan di Bengkulu.
“Kami membawa obat ini ke BBPMSOH untuk mempelajari prosedur sertifikasi dan menjalani pengujian,” ungkap Usin.
Usin menjelaskan bahwa obat ini berasal dari program pengelolaan limbah yang diinisiasi oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Bengkulu.
“Obat ini tidak hanya untuk PMK, tapi juga untuk rabies, kutu, atau infeksi pada ikan,” tambah Usin.
Keberhasilan pemberian obat alternatif ini dianggap sebagai langkah konkret dan usaha para penggerak lingkungan yang perlu diikuti dengan pengujian dan sertifikasi. “Kami berusaha mengintegrasikan penggunaan bahan lokal dalam pembuatan obat hewan ini,” kata Usin.
Selain itu, Usin menyatakan bahwa langkah ini juga bertujuan melindungi Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) dari komponen obat hewan dan memberikan keuntungan ekonomi bagi daerah serta pelaku usaha kecil mikro yang terlibat.
Wakil Ketua Komisi II DPRD Provinsi Bengkulu, Suimi Fales, SH, MH, juga menekankan pentingnya memanfaatkan limbah organik untuk produksi obat hewan dan turunannya dalam mendukung pembangunan berkelanjutan.
“Kita perlu mengintegrasikan semua elemen ini,” pungkas Wan Sui.
(Adv)