Bengkulu, Sentralnews.com – Sekelompok masyarakat yang tergabung dalam Forum Masyarakat Bumi Pekal (FMBP) tidak hanya memblokade akses jalan menuju PT Agricinal di Kecamatan Puteri Hijau Kabupaten Bengkulu Utara, mereka bahkan secara terang-terangan melakukan aksi penjarahan tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di areal Hak Guna Usaha milik perusahaan.
Direktur Keuangan PT Agricinal, Daniel Manurung mengungkapkan kekecewaannya atas tindakan masyarakat yang dianggap melampaui batas. Sebab apa yang dilakukan oleh masyarakat tersebut adalah tindakan melanggar hukum.
“Mereka berani memanen TBS katanya mendapat izin dari FMBP, padahal jelas ini adalah tindakan melanggar hukum,” ujar Daniel, Kamis 12 Desember 2024.
Selain memanen TBS, masyarakat juga mulai memasang patok di lahan HGU milik PT Agricinal. Patok-patok tersebut dijadikan tanda bahwa lahan itu kini milik mereka.
“FMBP sebetulnya memahami bahwa lahan tersebut adalah HGU resmi milik PT Agricinal. Dengan memfasilitasi masyarakat untuk mematok dan memanen, mereka justru memperkeruh situasi,” tegas Daniel.
Sekelompok masyarakat yang tergabung dalam FMBP berdalih bahwa aksi mereka merupakan bentuk protes terhadap penguasaan lahan oleh perusahaan yang dinilai tidak berpihak pada masyarakat setempat. Namun, PT Agricinal membantah tuduhan tersebut. Perusahaan menyatakan bahwa mereka telah mematuhi seluruh prosedur hukum terkait perpanjangan HGU, termasuk FPKM (Fasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat).
“Pembangunan kebun plasma bahkan sudah kami lakukan sejak tahun 1989, jauh sebelum kewajiban FPKM diberlakukan mulai tahun 2007. Hingga saat ini, kami telah membangun kebun plasma seluas hampir 16.000 ha di seluruh provinsi Bengkulu, di mana sekitar 13.000 ha berada di Kabupaten Bengkulu Utara, termasuk 578 ha di desa penyangga. Saat perpanjangan HGU tahun 2020 lalu, sudah banyak lahan yang dilepaskan untuk berbagai kepentingan, termasuk lahan masyarakat, kebun kas desa penyangga, perluasan pemukiman dan fasilitas umum, juga lahan untuk dikelola pemerintah Kabupaten Bengkulu Utara.” ujar Daniel.
Di sisi lain, Daniel memohon supaya pemerintah daerah Bengkulu Utara dan Polres Bengkulu Utara bisa terus membantu menengahi permasalahan ini.
“Kami investor di sini, mendirikan perusahaan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tapi tindakan blokade ini sudah kelewatan karena sudah di taraf menghambat kegiatan masyarakat karyawan perusahaan dan petani plasma binaan kami. Pemerintah sebetulnya sudah sangat membantu dengan hadir ke lapangan tanggal 14 November lalu. Sayang FMBP tidak mau menerima hasilnya, malah keluar dari pertemuan sebelum pertemuan berakhir.” katanya.
Konflik antara FMBP dan PT Agricinal terjadi akibat FMBP menuduh perusahaan perkebunan kelapa sawit ini memiliki kebun di luar HGU. FMBP menuntut agar perusahaan melepaskan kebun itu dan diberikan kepada mereka. Pemerintah Kabupaten Bengkulu Utara telah berupaya untuk menengahi konflik ini.
Puncaknya, tanggal 14 November 2024, PJS Bupati BU bersama Forkopimda, dengan didampingi BPN Kabupaten Bengkulu Utara dan Kanwil BPN Bengkulu, turun ke lapangan untuk mengambil koordinat titik-titik lokasi yang dianggap FMBP berada di luar HGU. Hasil pengecekan BPN menunjukkan, tidak ditemukan kebun sawit yang dikelola perusahaan berada di luar HGU. Meski begitu, FMBP tetap melakukan blokade dan menuntut perusahaan memberikan tanah.