Skandal TPP Lebong: Dugaan Konspirasi SK Antedatum, Donni Swabuana Buka Suara

Rapat ketiga pembahasan TPP PNS diruang rapat BKD Lebong 23 Mei 2025 lalu

Lebong, Sentralnews.com – Polemik pencairan Tunjangan Penghasilan Pegawai (TPP) di Kabupaten Lebong kini berubah drastis menjadi skandal serius yang mengguncang tubuh birokrasi. Pj. Sekretaris Daerah (Sekda) Donni Swabuana mengungkap fakta mengejutkan terkait dugaan konspirasi penerbitan Surat Keputusan (SK) TPP bertanggal mundur. Dokumen bertanggal 10 Januari 2025 itu disebut-sebut sebagai hasil rekayasa yang disusun melalui operasi senyap di internal pemerintahan.

Donni secara tegas menyatakan bahwa dirinya sempat diajak untuk terlibat dalam penyusunan SK tersebut dalam sebuah rapat tertutup pada 23 Mei 2025.

“Mari kita buka-bukaan. Pada tanggal 23 Mei 2025, SK itu belum ada. Dalam rapat ketiga pembahasan TPP hari itu, saya diajak ikut konspirasi untuk melegalkan SK yang sebenarnya belum ditandatangani oleh bupati sebelumnya,” ujar Donni, Sabtu (21/6/2025).

Donni mengaku, bahwa adanya rapat Tertutup dan Skenario yang rapi, bahkan rapat tersebut berlangsung di ruang BKD Lebong, sesaat setelah dirinya dilantik sebagai Asisten II merangkap Plt. Kepala BKD. Rapat itu dihadiri sejumlah pejabat teras, di antaranya Asisten III, Plt. Kepala Kominfo, para Kabid BKD, serta Bagian Hukum Setda Lebong yang disebut sebagai pihak paling ngotot menerbitkan SK dengan tanggal mundur atau antedatum.

Menurutnya, skenario yang disusun dalam rapat sudah sangat sistematis. Bagian Hukum disebut telah menyiapkan draf SK, membagi peran, dan bahkan merencanakan penggunaan “kasbon” nomor surat agar dokumen tampak sah dan sesuai prosedur.

“Yang bertugas menjemput tanda tangan Pak Kopli Ansori ke Bengkulu adalah Pak Rachman, yang saat itu menjabat PLH Sekda,” ungkap Donni menyebut langsung nama pejabat yang diduga terlibat.

Donni menyatakan bahwa sikapnya yang menolak terlibat merupakan bagian dari komitmennya terhadap Bupati H. Azhari untuk melakukan pembenahan birokrasi secara menyeluruh. Ia mengaku siap menghadapi segala risiko demi menegakkan tata kelola pemerintahan yang bersih dan transparan.

“Saya memilih menolak. Lebih baik saya dihantam karena kejujuran, daripada harus menipu sistem yang saya sendiri ingin perbaiki,” tegasnya.

Pernyataan eksplosif Donni membuat polemik TPP bergeser dari sekadar persoalan administratif menjadi dugaan pemalsuan dokumen negara.

Munculnya SK TPP yang kini dipertanyakan keabsahannya, menyeret sejumlah nama pejabat daerah dan mantan Bupati Kopli Ansori ke dalam sorotan publik.

Masyarakat kini menanti sikap dari para pejabat yang disebut, serta langkah hukum dari aparat penegak hukum dalam menindaklanjuti dugaan manipulasi dokumen ini. (**/FR)