Lebong, Sentralnews.com – Suara keresahan rakyat kembali menggema. Organisasi Masyarakat Persatuan Masyarakat Lebong (PAMAL) bersiap menggelar aksi demonstrasi besar-besaran, menyoroti sejumlah dugaan penyalahgunaan kewenangan yang selama ini didiamkan. Aksi ini bukan sekadar pergerakan spontan, melainkan akumulasi kekecewaan atas carut-marutnya pengelolaan pemerintahan dari masa ke masa di Kabupaten Lebong.
Dilansir dari BEO.co.id , Mashuri, atau akrab disapa Awi, selaku penanggung jawab aksi menyampaikan bahwa PAMAL akan memulai aksi pertamanya pada 29 Juli hingga 7 Agustus 2025, bertepatan dengan momentum menjelang Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Setelah itu, aksi akan dilanjutkan dalam tahap kedua pada bulan Desember 2025 hingga Desember 2026 secara berkala.
“Kami sengaja memilih waktu menjelang 17 Agustus sebagai bentuk penghormatan terhadap semangat kemerdekaan, sekaligus memperjuangkan kemerdekaan masyarakat dari kebijakan yang tidak berpihak,” ujar Awi melalui pesan WhatsApp, Senin (14/07/2025).
Menurutnya, aksi ini bukanlah gertakan semata. PAMAL bertekad melakukan “bersih-bersih” menyeluruh, menuntut keseriusan Pemerintah Kabupaten Lebong di bawah kepemimpinan Bupati Azhari dan Wakil Bupati Bambang dalam menuntaskan berbagai persoalan krusial, mulai dari era Dalhadi Umar, Rosjonsyah, Kopli Ansori, hingga kini.
Di antara isu yang menjadi sorotan PAMAL yakni:
Dugaan pungutan Pajak Penerangan Jalan (PPJ) yang tidak transparan
Mandeknya revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Tuntutan Ganti Rugi (TGR) yang belum dituntaskan sejak Kabupaten Lebong berdiri
Lemahnya penegakan disiplin ASN dan indikasi ketidaknetralan dalam Pilkada
Ketidakjelasan penyelesaian kasus dugaan Tipikor oleh aparat penegak hukum
“Jangan lagi ada drama hukum di Lebong. Kami meminta Kejaksaan dan Tipikor Polres untuk serius menindaklanjuti setiap laporan masyarakat. Jika tidak memenuhi unsur, kembalikan dengan petunjuk. Jangan biarkan laporan rakyat menggantung di udara,” tegas Awi.
Ia juga menyentil keras aparat penegak hukum, yang dinilainya lamban dan terkesan tebang pilih. Mengacu pada arahan Presiden Prabowo Subianto, Awi menegaskan bahwa masyarakat wajib dilibatkan langsung dalam pengawasan dan pelaporan dugaan korupsi, termasuk melalui media sosial.
Terkait pemerintahan saat ini, Awi mengingatkan agar tidak ada lagi bayang-bayang Pilkada yang membebani objektivitas birokrasi.
“ASN yang terbukti tidak netral harus diberikan sanksi tegas. Jangan ada pilih kasih!” serunya.
Sorotan tajam juga diarahkan kepada Dinas PUPR yang dianggap gagal merampungkan revisi RTRW meski telah menelan anggaran miliaran rupiah. Sementara itu, PLN dan Dinas Perhubungan turut disorot terkait pemungutan Pajak Penerangan Jalan sebesar 10 persen dari pelanggan, namun di banyak titik jalan justru masih gelap gulita.
“Uang rakyat ditarik tiap bulan, tapi penerangan jalan minim. Apakah lampu jalan tak pernah dipelihara? Bagaimana mekanismenya? Mana PKS-nya? Ini harus dijelaskan ke publik!” ucap Awi, dengan nada penuh tanda tanya.
Tak luput, Inspektorat juga didesak untuk menjalankan tugas secara profesional. Ia menuntut agar setiap TGR (Tuntutan Ganti Rugi) yang tidak dikembalikan dalam waktu 60 hari segera diserahkan ke aparat penegak hukum.
“Kami tidak menargetkan siapa-siapa, tapi kami ingin pemerintahan bersih. Mulai dari aset, disiplin ASN, hingga penegakan hukum, semua harus transparan. Ini untuk masa depan Lebong yang lebih adil,” tutup Awi dengan penuh harap.

(**/FR)




















