Galian C Ilegal Marak di Benteng Sei Ular, APH Diduga Tutup Mata

Deli Serdang, Sentralnews.com Aktivitas penambangan ilegal atau galian C kian merajalela di kawasan benteng Sei Ular yang berada di wilayah hukum Kabupaten Deli Serdang, tepatnya di Desa Sukamandi Hulu dan Desa Sumberejo, Kecamatan Pagar Merbau. Ironisnya, praktik ini terjadi di atas tanah negara, yang seharusnya menjadi area perlindungan untuk mengantisipasi banjir ribuan hektare lahan.

Pada Sabtu (19/07/25), tim Sentralnews.com mendapati puluhan dump truck berukuran besar lalu-lalang membawa tanah dari lokasi benteng. Tidak hanya satu, aktivitas ini diduga dikendalikan oleh lebih dari lima aktor “mafia” galian C yang secara terang-terangan mengeruk tanah negara tanpa izin.

Padahal di lokasi jelas terpampang plang larangan bertuliskan “Dilarang Memanfaatkan Tanah Tanpa Izin.” Namun tulisan tersebut seolah hanya menjadi hiasan semata, karena hingga kini belum terlihat adanya tindakan nyata dari Balai Wilayah Sungai (BWS) ataupun Aparat Penegak Hukum (APH). Hal ini menimbulkan pertanyaan besar di tengah masyarakat: Apakah negara sedang kalah oleh mafia galian C?

Perusakan Lingkungan Terstruktur

Aktivitas pengerukan tanah menggunakan sejumlah ekskavator berlangsung masif. Tanah dimuat ke dalam dump truck besar untuk kemudian dijual ke berbagai pihak. Parahnya lagi, sejumlah ekskavator diduga menggunakan BBM subsidi secara ilegal—melanggar Pasal 55 UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Lebih jauh, kegiatan tambang ilegal ini juga menyalahi UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Dalam undang-undang tersebut, jelas diatur bahwa setiap aktivitas galian C wajib memiliki izin usaha pertambangan.

Akibatnya, kerusakan lingkungan tak terhindarkan. Pengerukan yang mengikis struktur tanah berisiko memicu banjir dan longsor. Ekosistem lokal pun terancam rusak berat. Jika dibiarkan, bukan hanya lingkungan yang jadi korban, tetapi juga keselamatan masyarakat sekitar.

LSM PERADI: Akan Lapor ke Presiden

Wakil Ketua Umum DPP LSM PERADI, A. Siahaan, mengecam keras aktivitas tersebut. Ia menegaskan adanya indikasi keterlibatan oknum yang sengaja “meloloskan” praktik ilegal ini.

“Kami melihat ada permainan. Kami akan segera menyampaikan laporan resmi kepada Presiden RI, Prabowo Subianto, agar oknum mafia dan pelindungnya diproses secara hukum,” tegas A. Siahaan.

Kritik juga datang dari warga. Seorang pengguna jalan yang melintasi area Sukamandi Hulu, sebut saja “AG”, mengaku resah dan kecewa.

“Sangat memprihatinkan, tanah negara seenaknya dikeruk. Banyak rakyat yang susah punya lahan. Kalau benteng Sei Ular rusak, dan banjir terjadi lagi seperti dulu, siapa yang tanggung jawab?” ujarnya.

Desakan Tindakan Tegas

Masyarakat meminta Kementerian PUPR, BWS, dan seluruh aparat penegak hukum untuk segera bertindak tegas. Aset negara harus dilindungi, bukan dijual ke oknum tak bertanggung jawab. Fungsi benteng Sei Ular sebagai pelindung dari bencana harus dipulihkan dan dijaga untuk kepentingan masyarakat luas.

Jika pembiaran ini terus berlanjut, bukan tak mungkin krisis lingkungan dan bencana alam akan menjadi harga mahal atas kelalaian dan pembiaran yang dilakukan oleh para pemangku kebijakan.

(Purba | Tim Liputan Sentralnews.com)