Keracunan Massal di Lebong, Pengelola Klaim Makanan MBG Sudah Sesuai SOP Sehat dan Bergizi

Menu makanan MBG yang diberikan ke ratusan siswa, yang diduga jadi penyebab keracunan massal

Lebong, Sentralnews.com – Kasus keracunan massal yang menimpa ratusan siswa sekolah dasar hingga menengah pertama di Kabupaten Lebong terus menjadi sorotan. Kejadian yang bermula dari pembagian makanan program Makanan Bergizi Gratis (MBG) di wilayah Kecamatan Lebong Sakti itu bukan hanya mengejutkan orang tua dan pihak sekolah, tetapi juga menimbulkan tanda tanya besar soal standar keamanan pangan dalam program nasional tersebut.

Berdasarkan catatan terbaru hingga Kamis (28/8), jumlah pelajar yang mengalami gejala keracunan terhitung sejak pukul 12:30 siang, sudah mencapai 447 orang. Ratusan korban itu sempat dilarikan ke RSUD Lebong, sementara sebagian lainnya ditangani di puskesmas sekitar. Hingga kini, puluhan siswa hingga saat ini masih harus dirawat intensif.

MBG sejatinya adalah program strategis Presiden Prabowo Subianto untuk mendukung misi Indonesia Emas 2045, di mana gizi anak sekolah menjadi pondasi penting dalam mencetak generasi sehat dan berprestasi. Namun, kasus yang terjadi di Kabupaten Lebong ini telah mencoreng niat baik itu.

Sejumlah pihak menyoroti lemahnya pengawasan, mulai dari distribusi makanan, kualitas bahan baku, hingga proses pengolahan. Kemudian kritik pun mulai banyak, apakah program yang seharusnya menjadi solusi justru berbalik membawa musibah bagi generasi penerus.

Bartin Azib, perwakilan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Yayasan Cahaya Sriwijaya Nusantara yang menjadi pelaksana MBG di Lebong, menegaskan pihaknya tidak sembarangan dalam menjalankan MBG ini.

Bartin menyebut, jika makanan yang sudah disiapkan telah mengikuti Standar Operasional Prosedur (SOP), bahkan sempat diuji coba oleh pegawai dapur sebelum disajikan ke siswa.

“MBG yang kita sajikan sudah sesuai prosedur. Tidak hanya diuji kelayakan, makanan itu juga lebih dulu dikonsumsi oleh petugas kami. Makanan yang kita sajikan juga sehat dan bergizi, layak untuk anak kita di sekolah,” ujarnya.

Meski begitu, Bartin mengakui ada bahan pangan yang dibeli dari luar, seperti bakso, mie, dan tahu. Bahan inilah yang kini ikut disorot, sebab besar kemungkinan kontaminasi atau kesalahan pengolahan berasal dari makanan yang sudah disajikan tersebut.

Kasus ini tidak berhenti di meja klarifikasi. Polres Lebong sudah bergerak melakukan penyelidikan. Sejumlah sampel makanan dibawa ke laboratorium untuk diuji kandungannya. Dugaan awal keracunan massal masih menunggu hasil pasti dari tes laboratorium.

“Proses uji laboratorium sedang berlangsung. Kita masih menunggu hasil resmi terkait ada atau tidaknya zat berbahaya,” kata Bartin menambahkan.

Meski pengelola berharap hasil laboratorium bisa meringankan tudingan, publik tentunya tetap menuntut evaluasi total.

Selain itu, masyarakat ingin adanya jaminan nyata agar peristiwa ini tidak kembali terulang, dan tentunya tidak menimbulkan kecemasan sejumlah orang tua ketika anaknya kembali mengkonsumsi MBG.

“Program MBG jangan sampai sekadar sajian makanan saja. Kalau pengawasan lemah, mutu makanan juga tidak baik, nanti anak-anak kita yang jadi korban,” kata salah satu wali murid di Lebong Sakti saat berhasil dibincangi oleh awak media.

Kini, di balik perawatan ratusan siswa yang mengalami dugaan keracunan akibat MBG tersebut, tersimpan pertanyaan besar, apakah program MBG di Lebong hanyalah kesalahan teknis sementara, atau justru makanan yang disajikan memang tidak memiliki mutu bergizi,
Sehingga kemudian disalurkan begitu saja tanpa ada standar khusus jenis makanan yang benar-benar higenis dan mengandung gizi yang cukup dan sehat untuk di konsumsi anak-anak generasi penerus bangsa ini. (FR)