Lebong, Sentralnews.com – Dugaan pungli menyeruak dari tubuh Dinas Pertanian dan Peternakan (Disperkan) Kabupaten Lebong. Oknum di dinas tersebut diduga meminta jatah fee sebesar 20 persen dari total 123 paket proyek Optimasi Lahan (Oplah) Non Rawa tahun 2025 yang bernilai Rp11,6 Miliar, Minggu (5/10/2025).
Dana Gemuk dan jumbo tersebut sejatinya diperuntukkan merehabilitasi lahan sektor pertanian agar lebih baik lagi, namun justru diduga disunat dengan alasan tak jelas.
Ironisnya, proyek yang seharusnya menjadi harapan petani ini justru berubah jadi “ladang basah” bagi oknum tertentu yang memanfaatkan momen tersebut.
Diketahui, dana Rp11,6 miliar itu ditransfer langsung ke rekening tiap P3A, Poktan, dan Gapoktan di 123 desa/kelurahan di 12 kecamatan.
Nominalnya bervariasi, mulai dari Rp32,2 juta hingga Rp386 juta. Namun sebagian besar kelompok mengaku menerima sekitar Rp100 juta per paket Proyek.
Jika benar setiap kelompok diminta fee 20 persen, maka dana yang diduga menjadi jatah oknum pejabat ini, nilainya begitu sangat fantastis mencapai Rp2,4 miliar.
Pengakuan mengejutkan datang langsung dari sejumlah penerima program tersebut.
BU, salah satu pengurus P3A penerima dana, menegaskan.
“20 persen itu memang ada. Duit (paket Oplah, red) memang masuk ke rekening kelompok. Uangnya sudah cair, separohnya dijemput, separohnya diantar ke Kabid (Diduga oknum Kabid Disperkan Lebong, red),” beber BU.
Pengakuan itu dikuatkan juga oleh BN, salah satu anggota kelompok tani lainnya.
“Iya, ada fee 20 persen. Besar nian mereka minta,” ungkapnya.
Bahkan NN, ketua salah satu Gapoktan, blak-blakan menyebutkan.
“Fee 20 persen sudah kami serahkan ke oknum Disperkan Lebong. Kami masukkan ke kresek hitam uangnya,” ujarnya.
Proyek Oplah ini diketahui dalam pendampingan langsung oleh pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Lebong. Namun dugaan praktik kotor itu tetap saja terjadi di lapangan dengan mulus.
Menanggapi tudingan ini, Kepala Disperkan Lebong, Hedi Parindo, SE, langsung membantah.
“Itu langsung ke rekening mereka. Jadi bagaimana ada pemotongan? Sejauh ini tidak ada laporan atau aduan yang saya terima,” tegas Hedi, Jumat (3/10/2025).
Ia pun menambahkan bahwa program tersebut memang didampingi Kejari Lebong, sehingga kecil kemungkinan terjadi penyimpangan.
Sementara itu, Budi, Kabid Disperkan Lebong yang disebut-sebut sebagai pihak penerima fee, juga menepis keras tuduhan tersebut.
“Tidak, itu langsung ke rekening mereka,” elaknya singkat saat dihubungi, Sabtu (4/10/2025).
Namun, di balik serangkaian bantahan itu, kesaksian para pengurus kelompok Tani ini, justru semakin memperkuat dugaan adanya praktik pemotongan 20 persen.
Publik kini menunggu reaksi tegas dari aparat penegak hukum, terutama Kejari Lebong yang disebut ikut mendampingi program tersebut.
Jika dugaan ini benar, maka skandal fee 20 persen di tubuh Disperkan Lebong bisa menjadi tamparan keras bagi dunia pertanian dan penegakan integritas di Bumi Swarang Patang Stumang. (FR)




















