Gelombang Pengakuan Menguat, Oknum Disperkan Dituding Kutip Fee Oplah 20 Persen

Lebong. Sentralnews.com – Gelombang pengakuan soal adanya permintaan fee 20 persen dalam program Optimalisasi Lahan (Oplah) Non Rawa 2025 di Kabupaten Lebong terus menguat. Setelah sebelumnya datang dari sejumlah kelompok tani (Poktan), gabungan kelompok tani (Gapoktan), dan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) di Kecamatan Amen, Lebong Tengah, Lebong Selatan hingga Pinang Belapis, kini kesaksian serupa juga muncul dari wilayah Kecamatan Topos.

Salah satu penerima program, AC, secara terbuka membenarkan adanya permintaan fee oleh oknum pejabat di tubuh Dinas Pertanian dan Peternakan (Disperkan) Lebong.

“Iya, benar (fee 20 persen diserahkan ke oknum Kabid Disperkan, red),” ungkap AC, Senin (7/10/2025).

Pernyataan AC ini memperkuat rangkaian pengakuan yang sebelumnya lebih dulu diutarakan oleh penerima program di beberapa kecamatan.

“Iya ada (fee 20 persen, red). Besar nian mereka minta oleh kabid (Diduga oknum Disperkan Lebong, red). Kami masukkan ke kresek hitam uangnya,” kata NN, salah satu perwakilan kelompok.

Menanggapi derasnya pengakuan ini, tokoh pemuda Lebong Anjar, SH, MH angkat bicara. Ia menilai Kejaksaan Negeri (Kejari) Lebong tidak boleh berdiam diri menghadapi dugaan pungutan liar yang semakin terang benderang.

“Kalau semakin lama, maka patut diduga ada upaya pembungkaman,” tegas Anjar, Selasa (7/10/2025).

Menurutnya, terlalu banyak isu serupa di Lebong yang menguap tanpa tindak lanjut.

“Bukan rahasia umum lagi, banyak isu yang hilang di Lebong ini. Jadi kita tunggu aksi Kejari Lebong,” tambahnya.

Terlebih, program Oplah Non Rawa ini diketahui didampingi langsung oleh bidang Datun Kejari Lebong, sehingga publik wajar menuntut ketegasan dan transparansi.

Program Oplah Non Rawa 2025 ini melibatkan 123 P3A, Poktan dan Gapoktan dengan total nilai mencapai Rp11,6 miliar.
Dari data yang ada, P3A Air Sejahtera Desa Talang Liak I, Kecamatan Bingin Kuning, menerima nilai tertinggi, yakni Rp386 juta, sementara Poktan Rawa Makmur Desa Ketenong II, Kecamatan Pinang Belapis, menjadi penerima terkecil dengan Rp32,2 juta.

Kepala Seksi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Lebong, Robby Rahditio Dharma, SH, MH, memastikan pihaknya akan menindaklanjuti temuan ini.

“Kita akan segera periksa dan dalami (dugaan fee 20 persen Oplah, red oknum Disperkan, red). Termasuk, ke depan kita akan memanggil 123 penerima paket Oplah untuk dikonfirmasi kebenarannya,” kata Robby di ruang kerjanya.

Robby juga mengakui bahwa proyek Oplah Non Rawa senilai Rp11,6 miliar tersebut memang berada dalam pendampingan bidang Datun Kejari Lebong.

“Iya, ini pendampingan Datun. Memang ada laporan yang kita terima terkait fee 20 persen ini,” terang Robby.

Di sisi lain, Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Lebong, Hedi Parindo, SE, membantah keras adanya pemotongan dana Oplah.

“Itu kan langsung ke rekening mereka (rekening P3A, Poktan, Gapoktan, red). Jadi bagaimana ada pemotongan? Sejauh ini tidak ada pelaporan ataupun aduan yang saya terima,” ujar Hedi, Jumat (3/10/2025).

Hedi menegaskan, seluruh pelaksanaan program tersebut juga berada dalam pengawasan pendampingan Kejari Lebong.

“Iya, pendampingan Kejari Lebong,” jelasnya melalui sambungan seluler.

Sementara itu, Budi, Kepala Bidang di Disperkan Lebong yang disebut-sebut terlibat, menolak tudingan dirinya mengutip fee 20 persen itu.

“Soal fee 20 persen, kalau saya tidak ada. Uangnya langsung masuk ke rekening mereka. Baik itu instruksi dari provinsi ataupun pusat, itu tidak ada,” elaknya, Sabtu (4/10/2025).

Serentetan kesaksian dari kelompok tani dan klarifikasi dari pejabat dinas kini membuat bola panas kasus dugaan fee 20 persen Oplah Non Rawa 2025 berada di tangan Kejaksaan Negeri Lebong. Publik menunggu, apakah perkara ini akan kembali tenggelam seperti isu-isu sebelumnya, atau justru menjadi momentum bersih-bersih besar di tubuh birokrasi pertanian Lebong. (FR)