Jakarta, Sentralnews.com – Praktik dugaan penyelewengan anggaran negara di tubuh PT PLN (Persero) kembali disorot. Koalisi masyarakat, termasuk Ikatan Wartawan Online (IWO) dan Relawan Listrik Untuk Negeri (Re-LUN), mendesak aparat penegak hukum dan Kementerian Keuangan untuk turun tangan menyelidiki sejumlah indikasi kuat pemborosan yang melibatkan pejabat tinggi BUMN tersebut.
Dua nama yang kerap disebut adalah Darmawan Prasodjo, Direktur Utama PLN, dan Yusuf Didi Setiarto, Direktur Legal & Human Capital (LHC). Berikut sejumlah temuan yang diungkapkan.
1. Event Olahraga dan Konflik Kepentingan
Modus yang disorot adalah penggelaran event marathon. Yusuf Didi Setiarto, yang juga menjabat sebagai Ketua Ikatan Alumni FHUI (Iluni FHUI), diduga menginisiasi “Justicia Marathon 2025” dengan sponsor utama dari anak perusahaan PLN. Meski sempat tertunda, event yang menelan biaya miliaran rupiah ini akhirnya digelar di kompleks DPR/MPR.
“Uang miliaran tersebut seharusnya dapat dialokasikan untuk elektrifikasi daerah yang belum teraliri listrik. Ini berpotensi conflict of interest, feedback apa yang didapat PLN?” tegas Teuku Yudhistira, Ketum IWO sekaligus Kornas Re-LUN, di Jakarta, Selasa (14/10/2025).
Tidak hanya itu, Darmawan Prasodjo juga disebut kerap menggelar “PLN Electric Run” di kawasan tempat tinggalnya di BSD dengan anggaran puluhan miliar dan vendor yang diduga tetap tanpa tender.
2. Monopoli Jasa Hukum dan Praktik Nepotisme
Di internal direktoratnya, Yusuf Didi dituding memonopoli pemanfaatan jasa pendampingan hukum eksternal kepada alumni dari kampus tertentu dengan anggaran mencapai puluhan miliar. Sumber internal di Direktorat LHC mengonfirmasi hal ini.
Sementara, Darmawan Prasodjo diduga melakukan praktik nepotisme melalui program professional hire (prohire) yang merekrut kerabatnya. Dugaan lain yang mencuat adalah ribuan penghargaan berbayar, kontrak komunikasi yang dimonopoli, dan penggunaan CSR yang tidak tepat sasaran.
3. Kasus Sewa Pembangkit Senilai Rp50 Triliun
Indikasi penyimpangan terbesar adalah proyek sewa pembangkit listrik berkapasitas 3 Giga Watt (GW) senilai Rp50 triliun. Kontrak selama 5 tahun ini baru terendus setelah berjalan 10 bulan. Yang mencurigakan, dugaan kuat adanya aliran ‘fee’ triliunan rupiah kepada oknum tertentu di dalam PLN.
Merespons hal ini, IWO dan Re-LUN mendesak Kejaksaan Agung dan KPK untuk segera mengusut tuntas. “Kami berharap Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, yang kini gencar memantau penggunaan uang negara, dapat mengawasi keuangan PLN dan menghentikan setiap penyimpangan,” pungkas Yudhistira.
Tuntutan ini menandai eskalasi dalam pengawasan BUMN, menantang otoritas terkait untuk membuktikan komitmen pemberantasan pemborosan anggaran negara.
Rilis IWO




















