Bengkulu, Sentralnews.com — Ketua Relawan Bergerak 1912 Bengkulu, Yugianto, angkat bicara terkait pemanggilan Gubernur Bengkulu Helmi Hasan oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu dalam perkara Pasar Tradisional Modern (PTM) dan Mega Mall. Menurutnya, opini yang beredar di media sosial terkesan tendensius dan mengarah pada upaya pembunuhan karakter.
“Sudah sangat terlihat dengki. Di media sosial, pak Helmi seolah-olah digiring sebagai tersangka. Padahal beliau hanya dimintai keterangan sebagai pihak yang pernah menjabat Wali Kota Bengkulu, untuk menjelaskan kebijakan masa lalu,” ujar Yugianto, Kamis (31/7/2025).
Yugianto menilai, narasi yang beredar hanya memelintir fakta, seolah Helmi Hasan terlibat langsung dalam kasus yang kini tengah diselidiki. Padahal, lanjutnya, Helmi justru menolak memberi persetujuan terhadap langkah-langkah yang kini dipermasalahkan.
“Waktu itu Pak Helmi bahkan sempat meminta pertimbangan dari Kejati atau Kejari sebelum mengambil kebijakan. Beliau tidak ingin terlibat dalam skema pinjaman yang bisa merugikan Pemkot,” tegasnya.
Ia juga menyebutkan, kebijakan Helmi Hasan saat menjadi Wali Kota ingin merevisi aturan agar IMB atas nama Pemkot Bengkulu, merujuk pada PP Nomor 6 Tahun 2006 dan Permendagri Nomor 17 Tahun 2007. Namun justru yang menarik, perusahaan PT Dwisaha Selaras Abadi pada tahun 2012 bisa mengakses pinjaman ke BRI Cabang Palembang, dengan persetujuan dari Wali Kota sebelumnya, Ahmad Kanedi.
“Yang menyetujui adalah Pak Ahmad Kanedi, dan kini malah beliau yang jadi tersangka. Tapi kenapa Pak Helmi yang ditarik-tarik namanya? Ini jelas penggiringan opini,” kata Yugianto.
Riwayat Proyek dan Kredit: Begini Kronologinya
Berdasarkan informasi yang terhimpun, kasus yang kini dalam penyidikan melibatkan PT Dwisaha Selaras Abadi bekerja sama dengan PT Tigadi Lestari. Kedua perusahaan tersebut diketahui mengagunkan sertifikat tanah (SHGB) milik PTM dan Mega Mall untuk pinjaman ke Bank Victoria — tanpa persetujuan dari Pemkot Bengkulu.
Faktanya, SHGB itu sebelumnya telah menjadi agunan pinjaman di Bank BRI pada 2007 oleh PT Tigadi Lestari, dengan persetujuan dari Wali Kota saat itu, Ahmad Kanedi.
Namun karena gagal membayar cicilan sesuai tenor, pihak perusahaan mencari pendanaan baru dan melakukan take over pinjaman ke Bank Victoria pada 2017. Sayangnya, proses tersebut dilakukan sepihak, tanpa izin resmi dari Pemkot.
“PT Tigadi Lestari sempat meminta persetujuan secara lisan kepada Wali Kota saat itu (Helmi Hasan – red), namun ditolak. Tapi karena terdesak kebutuhan pelunasan utang, mereka tetap lanjut dengan take over. Ini yang jadi masalahnya sekarang,” ungkap sumber dari dokumen resmi.
Bukan Tersangka, Hanya Dimintai Keterangan
Poin penting yang perlu digarisbawahi, hingga saat ini Gubernur Helmi Hasan tidak berstatus tersangka. Pemanggilan oleh Kejati Bengkulu hanya bertujuan menggali keterangan tambahan soal kebijakan Pemkot pada masa ia menjabat Wali Kota.
“Jadi publik harus jernih. Jangan sampai media sosial dijadikan alat untuk menggiring opini, apalagi dengan fitnah yang bisa merusak nama baik,” tutup Yugianto.(AR)




















