Lebong, Sentralnews.com – Dugaan pungutan liar (pungli) fee 20 persen pada program Optimalisasi Lahan (Oplah) Non Rawa di lingkungan Dinas Pertanian dan Peternakan (Disperkan) Lebong semakin terang. Proyek yang dibiayai negara sebesar Rp11,6 miliar untuk 123 paket irigasi pertanian ini diduga kuat menjadi ajang setoran oleh oknum pejabat. Kejaksaan Negeri (Kejari) Lebong saat ini, diketahui tengah melakukan penyelidikan dan membidik adanya dugaan keterlibatan pihak internal Disperkan maupun aktor eksternal yang ikut bermain, Kamis (16/10/2025).
Program yang seharusnya membantu petani justru diduga dikotori oleh praktik nakal. Alih-alih mendorong produktivitas pertanian, anggaran yang dikucurkan pemerintah malah dijadikan ladang pemerasan terorganisir terhadap P3A, Poktan, dan Gapoktan penerima bantuan.
Tekanan publik dan adanya kesaksian kelompok tani membuat Kejari bergerak. Sejauh ini, puluhan penerima dana Oplah telah dipanggil untuk dimintai keterangan.
“Kita masih mendalami keterlibatan pihak internal Dinas Pertanian maupun pihak luar dinas,” tegas Kasi Pidsus Kejari Lebong, Robby Rahditio Dharma, SH, MH.
Robby memastikan proses penyelidikan dalam dugaan fee 20 persen ini masih berjalan.
“60 lah yang kami panggil, untuk hasil tunggu saja,” ujarnya singkat.
Kesaksian kelompok tani datang dari berbagai kecamatan, Amen, Lebong Tengah, Lebong Selatan, Pinang Belapis hingga Topos. Pola yang diungkap para penerima bantuan nyaris seragam, dimintai setoran 20 persen oleh oknum Kabid Disperkan.
“Iya, benar (fee 20 persen diserahkan ke oknum Kabid Disperkan, red). Besar nian mereka minta oleh kabid, Kami masukkan ke kresek hitam uangnya,” ungkap AC, salah satu penerima dana Oplah.
Praktiknya pun berlangsung tanpa administrasi dan tanpa dasar hukum, setoran dilakukan tunai, diam-diam, menggunakan kantong plastik hitam, sebagaimana dibeberkan oleh para kelompok tani.
Sementara itu, pihak Disperkan memilih bersikap aman. Kepala Disperkan Lebong, Hedi Parindo, SE, membantah jika adanya isu praktik pemotongan dana tersebut.
“Itu kan langsung ke rekening mereka. Jadi bagaimana ada pemotongan, sejauh ini tidak ada pelaporan ataupun aduan yang saya terima,” katanya.
Hedi bahkan menegaskan program Oplah tersebut dilaksanakan di bawah pendampingan Kejari Lebong.
“Iya pendampingan Kejari Lebong,” tegasnya.
Di sisi lain, Budi, selaku Kabid Disperkan yang namanya disebut-sbeut itu, diduga menjadi aktor pungli. Dia turut memberikan pernyataan membantah terkait soal fee 20 persen itu.
“Soal fee 20 persen, kalau saya tidak ada. Uangnya langsung masuk ke rekening mereka. Baik itu instruksi dari provinsi ataupun pusat, itu tidak ada,” elaknya.
Berdasarkan data lapangan, dana Oplah terbesar diterima P3A Air Sejahtera Desa Talang Liak I Kecamatan Bingin Kuning sebesar Rp386 juta, sementara yang terkecil diterima Poktan Rawa Makmur Desa Ketenong II Kecamatan Pinang Belapis sebesar Rp32,2 juta. Namun berapa pun nilai bantuannya, setoran 20 persen tetap disebut sebagai kewajiban tidak tertulis yang diminta oknum.
Lantas, siapa otak dibalik dugaan fee 20 persen Oplah ini, mungkinkah ada peran dan keterlibatan Pihak Eksternal. Atau, peran penuh dikendalikan langsung dan terstruktur oleh pihak Internal Disperkan itu sendiri.
Kasus ini kini terus berkembang. Semua mata tertuju pada langkah Kejaksaan, apakah akan berhenti pada pemeriksaan saksi, atau berlanjut menetapkan tersangka setelah bukti dan konstruksi hukumnya terpenuhi. (FR)




















