Warga Ungkap Dugaan Korupsi Dana Desa Garut, Pjs Kades Diduga Bermain di Banyak Kegiatan

Lebong, Sentralnews.com – Aroma penyimpangan dalam pengelolaan Alokasi Dana Desa dan Dana Desa (ADD/DD) tahun anggaran 2025 di Desa Garut, Kecamatan Amen, Kabupaten Lebong, mulai tercium publik. Warga setempat menyoroti dugaan kuat adanya praktik korupsi yang melibatkan Pejabat Sementara (Pjs) Kepala Desa Garut, Syahrul, SKm.

Dilansir dari beo07.co.id seorang warga yang meminta identitasnya disamarkan, sebut saja PH, membeberkan bahwa dugaan korupsi tersebut meluas di berbagai kegiatan desa. Mulai dari proyek infrastruktur seperti Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) dan Penerangan Jalan Umum (PJU) Tenaga Surya, hingga kegiatan seremonial, pelatihan, dan penyuluhan yang dibiayai melalui dana desa.

“Untuk upah tenaga kerja biasanya dihitung berdasarkan Hari Orang Kerja (HOK), tapi oleh Pjs Kades upah hanya dibayar kisaran Rp. 50.000 per meter. Sementara biaya langsir sebesar Rp. 7 juta, kami curiga dana itu juga tidak disalurkan,” ungkap PH.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, pembangunan SPAL sepanjang 270 meter bernilai total Rp. 159.040.000. Dalam anggaran, terdapat alokasi upah tenaga kerja sebesar Rp. 64.025.000 dan upah langsir bahan/material Rp. 7.050.000. Namun, warga mengklaim bahwa pembayaran upah yang diterima pekerja jauh di bawah standar.

PH juga menyebutkan, proyek SPAL tersebut dilaksanakan dua tahap. Tahap pertama baru dikerjakan sepanjang 100 meter, sedangkan sisanya akan dilanjutkan di tahap kedua.

“Yang baru dikerjakan tahap I sekitar 100 meter, dan SPAL itu sempat jadi temuan Inspektorat karena ada SPAL milik pribadi warga yang diklaim menjadi milik Pemdes,” tambahnya.

Temuan itu pun sempat menjadi catatan Inspektorat Kabupaten Lebong yang dalam audit regulernya menemukan kekurangan volume pekerjaan akibat klaim sepihak pemerintah desa terhadap fasilitas milik warga.

Tak berhenti di proyek SPAL, dugaan penyimpangan juga merembet ke program Instalasi Lampu Jalan Lingkungan Tenaga Surya dengan anggaran Rp. 112.500.000. Menurut PH, proyek ini justru menjadi ajang keuntungan pribadi bagi Pjs Kepala Desa.

“Kalau masalah pembangunan PJU ini, saya tahu persis. Bahkan dari proyek ini Pjs Kades disinyalir menerima cashback sebesar Rp. 2 juta dari pihak ketiga untuk setiap unit PJU tersebut,” jelas PH.

Diketahui, ada 11 unit PJU yang dibangun dengan nilai per unit sekitar Rp. 10 juta. Proyek tersebut sepenuhnya dikerjakan oleh pihak ketiga tanpa melibatkan masyarakat setempat.

PH menambahkan, dugaan penyimpangan tidak hanya terjadi pada proyek fisik. Beberapa kegiatan tingkat desa juga disebut-sebut tidak transparan dalam penggunaan anggaran, seperti Musyawarah Koperasi Desa (Kopdes), Musyawarah BUMDes Ketahanan Pangan, hingga kegiatan HUT RI senilai Rp. 21 juta.

“Misalnya pada kegiatan HUT RI waktu lalu, dari total anggaran Rp. 21 juta, hanya berkisar Rp. 7 juta yang disalurkan ke Karang Taruna. Belum lagi pada kegiatan musyawarah di desa, beberapa kegiatan itu dianggarkan uang saku untuk puluhan peserta, tapi uang transport peserta dengan total nilai jutaan rupiah ini tidak pernah disalurkan oleh Pjs Kades,” beber PH. (FR)