Caleg Menunggu Mati

CERPEN- Joni, pria yang terdaftar di surat suara sebagai salah satu caleg berpotensi mati. Bukan kematian dalam arti perumpamaan namun kematian dalam arti sebenarnya.

Pria muda, yang baru berusia 21 tahun ini sudah memiliki keluarga kecil, dirinya memiliki satu orang putri lucu hasil buah cintanya dengan Siti.

Dibalik kehidupan joni yang sangat biasa-biasa saja,  rupanya di usianya yang muda, joni merupakan calon legeslatif. Iya! Calon legislatif yang belum tentu jadi namun kematian sudah menunggunya tanpa jeda nego waktu.

“Satu liang lahat bukan satu kursi,” 
itulah yang ada di pikiran Joni saat duduk termenung sendirian dibalik kursi ruangan kantornya yang serba biasa saja sembari menghisap rokok yang semakin pendek di sela jarinya.

Pikirannya terlalu jauh menyeruak persoalan kematian. Pundaknya dibebani bayang-bayang malaikat pencabut nyawa yang akan mengambil nyawanya secara paksa saat dirinya tertidur pulas. Dirinya seolah-olah mengetahui semuanya, menganggap dirinya Tuhan untuk dirinya sendiri, hingga dirinya tidak mampu menutup mata.

Namun, anehnya, dirinya terlihat biasa-biasa saja ketika gelapnya malam sudah berganti sesaknya aktifitas siang hari di Kota yang tidak terlalu besar ini. Joni, si Caleg Menunggu Kematian ini seperti orang super ketika siang hari. Kesibukannya sebagai seorang Jurnalis ditambah kegiatan musimannya sebagai caleg membuat joni seperti manusia pada umumnya.

Meskipun takut mati, tidak ada perubahan signifikan terhadap kegiatan agamanya yang akan menjadi penolong pasca kematian didunia dan menemukan babak baru. Joni hanya sibuk mencari pundi pundi rupiah, untuk  membahagiakan keluarga kecilnya, katanya.

Hingga disuatu malam, hujan yang jatuh dari langit yang menghantam atap rumah terdengar begitu ribut. Seperti biasa! Joni duduk ditas kursi kayu yang sudah usang dimakan usia.

Tarikan hisapan rokok perlahan tapi pasti semakin Joni rasakan, ditambah derasnya hujan dimalam itu membawa pikiran Joni me-replay vidio kematian yang sempat di-pause olehnya saat siang hari.

Pikirannya menyeret dirinya masuk kedalam rekaman vidio kematian yang belakangan ini berseliweran di kepalanya.

Dilihatnya, seseorang yang menyerupainya, terbujur kaku dengan tangan melipat diatas dada. Keluarga kecil meraung menggoyang-goyangkan jasad pucat pasih berharap Tuhan mengembalikan ruh. Sementara kerabat yang mengelilingi terlihat membendung kesedihan dibalik mata mereka yang sudah mulai memerah.

Sedangkan yang lainnya membacakan Surat Yasin, sembari menyeret ingatan kepada kebaikan bahkan keburukan jenazah.

“Itu aku.” gumam Joni dengan wajah angkuhnya, melawan pada takdir Tuhan.

Lalu, Joni menyaksikan jasadnya dibawa menggunakan keranda besi yang ditutup dengan kain hijau ke sebuah pemukiman senyap. Tubuh yang terbungkus kain kafan itu mulai diturunkan ke liang lahat. Semua orang mendoakannya dengan lantunan ayat suci milik sang pencipta, Allah. Hingga satu persatu 7 langkah peziarah meninggalkannya, seseorang yang disebut Malaikat berdiri dihadapannya, tanpa wajah basa-basi menatap Joni dengan cambuk yang yang tidak pernah dililhat di sinetron azab, ditangannya.

Tersentak, tiba-tiba Joni sadar dari lamunannya.  Dirinya langsung melangkah menuju kamar melihat dua wanita tersayang yang sedang tertidur pulas  dengan harapan anak mau jadi apa ketika besar nanti atau sang ibu bagaimana kalau jadi istri dewan meskipun  kadang dia lupa status janda tinggal  menunggu Kapan waktunya saja.

Penulis : AR01