Bengkulu Selatan, sentralnews.com-Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Ma’rifatul Ilmi terpaksa mengembalikan RF, siswa kelas 1 kepada orang tuanya. Hal ini dilakukan karena orang tua RF tidak bisa diajak bekerja sama untuk menempuh jalan damai atas kasus penonjokan yang diterima RF dari kakak kelasnya DN.
“Kami pihak sekolah tidak mau mengambil resiko dengan keadaan pasca kejadian beberapa bulan yang lalu yang menimpa korban kekerasan oleh salah kakak kelasnya yang sudah diproses hukum,” ujar Kepala Sekolah MTs Ponpes Ma’rifatul Ilmi, Imron, Kamis (6/2).
Dalam kasus tersebut, lanjut Imron, kejadian bermula pada saat pelaksanaan upacara hari santri. DN yang merupakan siswa kelas 3 yang diperbantukan (masa pengabdian purna di ponpes) diberi tugas mengajar dan mengatur barisan saat upacara. DN menegur RF yang ribut namun RF menampakan perlawanannya hingga DN terpaksa menonjok jidat RF hingga lebam. Mengetahui hal ini, pihak orang tua RF tak terima dan melaporkan DN ke pihak kepolisian.
“Kami pihak sekolah sudah berupaya untuk menyelesaikan persoalan tersebut,tapi sepertinya orang tua RF tidak terima sehingga kami pihak sekolah menemui jalan buntu. Orang tua RF tidak bisa untuk kami ajak bekerja sama dalam menyelesaikan persoalan itu dengan jalan damai. Sehingga persoalan tersebut tetap berada di dalam tangan pihak yang berwajib sehingga mengakibatkan DN saat ini berstatus terpidana,” jelasnya.
Imron mengaku pihak sekolah telah melangsungkan rapat dengan berbagai pertimbangan yang menghasilkan keputusan untuk mengembalikan RF kepada kedua orang tuanya.
Sementara dilain tempat, Nano, Ayah RF mengaku tidak terima dengan keputusan pihak sekolah yang mengeluarkan anaknya secara sepihak tanpa surat peringatan terlebih dahulu.
“Anak kami sebagai korban penganiayaan,dan itu pelaku sudah dinyatakan bersalah oleh pengadilan, kok kenapa anak kami yang di keluarkan dari sekolah tersebut,” tukas Nano.
Merasa tidak terima, Nano mengatakan ia akan melaporkan pihak sekolah kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Bengkulu Selatan serta Kementerian Agama Bengkulu Selatan.
Disisi lain, Pengamat Dunia Pendidikan Kabupaten Bengkulu Selatan Syeni Susanti, S.Sos menyebutkan seharusnya pihak sekolah menggelar rapat dengan melibatkan pihak wali murid sehingga tidak terkesan mengambil keputisan secara sepihak.
“Sekolah merupakan pusat pendidikan, layanan publik dimana keputusan tentang anak merupakan tanggung jawab bersama antara pihak sekolah dan wali murid oleh sebab itu seyogyanya pihak sekolah hendak nya mampu bertanggung jawab dalam mendidik anak atau siswa. Apalagi pusat pendidikan tersebut berbasis agama yang mesti mendidik siswa-siswinya dengan mental agama sehingga dapat menjadi pusat produk generasi yang berwawasan, beriman serta berkepribadian yang saleh dan saleha,” kata syeni. (TH)