Edi Tiger Sebut Petani Lebong Butuh Perubahan Konsep

Bengkulu, Sentralnews.com – Anggota DPRD Provinsi Bengkulu M. Gustiadi sebut sistem Pertanian padi sawah di Kabupaten Lebong masih menggunakan konsep ‘agribisnis perberasan’ dimana harga beras jauh lebih mahal dari pada harga gabah per kilogram nya. Sedangkan butuh waktu sekitar 4 bulan dari masa tanam bibit/benih hingga masa panen dalam menghasilkan gabah.

Menurut pria pemilik nama populer Edi Tiger ini biaya yang dikeluarkan guna merubah gabah menjadi beras itu jauh lebih besar ketimbang tanam benih hingga masa panen.

“Itulah menjadikan petani kita masih menjadi ‘petani gabah’ bukan ‘petani beras’ Itu sebab nya, kalau petani kita hanya berhenti di gabah, maka nilai tambah ekonomi maksimal dari agribisnis perberasan tidak bakal tercapai,”jelas Edi Tiger

Masih ada yang paling miris menurut Edi Tiger di Kabupaten Lebong yaitu ‘petani jerami’ adalah kiasan yang diberikan kepada petani dimana ketika musim panen tiba, yang diperoleh nya hanya setumpukan jerami, ini tidak ubahnya dengan sistem ‘ijon’ dalam perdagangan, karena petani sudah terlebih dahulu menjual padi yang ia tanam ke juragan/tengkulak yang menalangi kebutuhan keluarga nya selama ini. Petani membutuhkan dana talangan untuk keperluan anak nya sekolah atau untuk biaya pengobatan keluarga nya sakit.

“Lain cerita jika petani kita mampu berujung di beras. Dalam kalimat lain, dapat disebutkan, tugas mulia Anggota DPRD Provinsi dan Kabupaten yang mendesak untuk merubah itu, sampai sejauh mana kita dapat merubah “petani gabah” menjadi “petani beras” dalam tempo yang sesingkat-singkat nya,Inilah pekerjaan rumah kita bersama bagaimana menjadikan Petani Jerami dan Petani Gabah itu tampil selaku Petani Beras,”Paparnya Lagi.

Hasrat untuk menampilkan “petani beras”, sudah sepantas nya dijadikan kebijakan daerah baik provinsi maupun kabupaten, serta perlu merumuskan dan menskenariokan nya lewat sebuah gerakan, Para pengambil kebijakan di bidang pertanian, mesti berani membuat perbedaan yang mendasar antara “pembangunan pertanian” di satu sisi dengan “pembangunan petani” di sisi yang lain.