Manajemen Dealer Honda Nagoya Tak Bisa Perlihatkan Bukti Kesalahan PNS di Sidang PHK Disnaker

BATAM, SentralNews.com  – Oknum mekanik Dealer Honda inisial PNS yang mendapat perlakuan diskriminasi sebelum di PHK sepihak mengaku manajemen Dealer Honda Nagoya yakni PT Capella Dinamik Nusantara tidak dapat memperlihatkan bukti-bukti kesalahan yang dilakukannya waktu bekerja, saat mengikuti sidang mediasi tripartit ke III yang di gelar Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) kota Batam.

“Tadi saat sidang, pak Erwin selaku kepala cabang tidak dapat memperlihatkan bukti kesalahan yang saya lakukan didepan petugas mediator.” Ujar PNS, pada awak media inj saat dikonfirmasi terkait hasil perundingan mediasi PHK nya, Senin (22/8/2021) siang tadi, melalui telepon selulernya.

Ia mengatakan, sejak awal perundingan di Disnakar Batam. Manajemen Dealer selalu menyudutkan dirinya dengan menyebar melakukan kesalahan. Akan tetapi, kesalahan itu tidak dapat dibuktikan. Sehingga petugas mediator Disnaker Batam memberikan kesempatan yang terakhir pada manajemen perusahaan untuk menyelesaikan kasus PHK tersebut secara kekeluargaan hingga awal bulan September 2021 mendatang, jika manajemen belum juga menyelesaikannya, maka Disnaker akan mengeluarkan surat Anjuran.

“Tadi petugas mediator menyebutkan, bila sampai tanggal 3 September 2021 mendatang belum juga diselesaikan, maka Surat Anjuran akan dikeluarkan. Dan ruang mediasi sudah tertutup bagi manajemen. Kalau saya tetap akan tunduk dan mengikuti apa hasil keputusan Anjuran tersebut,” sebutnya, mengakhiri pembicaraan.

Hingga berita ini diunggah, Erwin selaku kepala Cabang PT Capella Dinamik Nusantara Nagoya belum merespon konfirmasi awak media ini.

PT Capella Dinamik Nusantara Nagoya ‘Bisa’ Terancam Pidana 1- 4 Tahun

Bila manajemen Capella Dinamik Nusantara Nagoya tidak membayarkan pesangon karyawan inisial PNS, maka dalam UU Ciptaker, aturan terkait pesangon termuat dalam Pasal 156 ayat 1. Pasal itu menyatakan bila terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.

Dalam Pasal 185 ayat 1 dinyatakan bahwa bila pengusaha tak menjalankan kewajiban itu, mereka diancam sanksi pidana paling singkat 1 tahun dan paling lama 4 tahun atau denda paling sedikit Rp100 juta dan paling banyak Rp400 juta.

Berikut bunyi pasalnya, “Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2), Pasal 68, Pasal 69 ayat (2), Pasal 80, Pasal 82, Pasal 88A ayat (3), Pasal 88E ayat (2), Pasal 143, Pasal 156 ayat (1), atau Pasal 160 ayat (4) dikenai sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp10O.0OO.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp400.000.000,0O (empat ratus juta rupiah).”

Pengacara kondang Hotman Paris Hutapea dalam unggahan video di Instagram pribadinya, @hotmanparisofficial beberapa waktu lalu menyampaikan aturan ini memberikan keuntungan bagi buruh yang memperjuangkan haknya untuk memperoleh pesangon.

Dengan keberadaan pasal itu, buruh yang selama ini butuh waktu berbulan-bulan untuk menuntut pesangon melalui pengadilan perselisihan hubungan industrial (PHI) bisa memperolehnya dengan cepat. Mereka kata Hotman bisa langsung melaporkan ke polisi bila perusahaan tempat mereka bekerja tak membayar pesangon.(net).

Editor red.
Liputan Don.