Tsunami Informasi Ancaman Bagi Zaman

Sentralnews.com – Informasi menjadi salah satu kebutuhan utama dari manusia bahkan kini rasanya sulit jika manusia hidup tanpa diiringi dengan adanya informasi. Dengan sebuah informasi kita dapat berhubungan dengan banyak manusia, baik secara langsung maupun tidak, jauh maupun dekat, dalam negri ataupun luar negri sudah bisa dijangkau tanpa adanya suatu penghalang. Informasi begitu mandarah daging didalam kehidupan, disini komunikasi menjadi wadah untuk mengantarkan sebuah informasi kepada komunikan yang mana setelah itu akan ada feedback yang timbul sebagai respon untuk berjalannya sebuah sistem informasi.

Namun seiring dengan kemajuan zaman yang makin modern, yang mana informasi dengan mudah diakses kemudian disebarluaskan tanpa mengetahui kebenaran atau faktanya terlebih dahulu. Hal inilah yang menjadi pemicu dari maraknya berita hoax yang ada diberbagai laman internet, apalagi pengguna gadged kini bukan hanya remaja namun juga dari anak-anak hingga yang sudah berumur, saya katakana banyak sekali, kita saja sebagai remaja yang harusnya bisa bisa mengolah atau menyeleksi sepeti apa informasi yang baik dan benar masih salah apalagi untuk anak-anak yang dunianya masih dipenuhi dengan kepolosan. Adanya berita yang masuk ditakutkannya akan langsung saja diterima, dan yang paling berbahaya adalah saat hal tersebut ditiru dan diinformasikan kepada teman-temannya.

Nah jika untuk golongan pengguna gadged yang usianya bisa dikatakan tua, disini daya pikir mereka mengenai informasi yang masuk lewat hp sudah dianggap benar. Entah itu didapatkan dari mana, namun rasa percaya akan informasi sudah sulit untuk dipudarkan, padahal jika kita salah untuk memilih website atau pun langsung membukanya tanpa adanya edukasi terlebih dahulu akan menyebanbkan mudahnya akun kita untuk diretas oleh orang yang memanfaatkan media informasi sebagai jalan mereka untuk mengambil alih akun dan memanfaatkanya untuk hal yang berbau negatif.

Bukankah belum lama juga data pemerintahan sempat bocor yang mana diretas oleh hacker dengan sebutan Byorka. Bahkan peristiwa ini sempat viral dengan berbagi tanggapan dari masyarakat dan pemerintah, yang mana dari kubu masyarakat ini menyudutkan bagaimana sistem pemerintahan mengolah data. Sedangkan dari kubu pemerintah malah menyerahkan kasusus ini kembali kepada rakyat agar menjaga data pribadi dan menyarakan untuk rutin mengganti password akun. Dari sini saja kita harusnya sudah tau bagaimana sikap pihak terkait mengenai kasus ini. Badan kominfo sebenarnya sudah memberi tanggapan dalam hal ini, namun sangat disayangkan tanggapan yang diberikan tidak sesuai dengan solusi yang dibutuhkan. Data diri atau pribadi bukanlah hal yang sepele, ini menyangkut kehidupan masyarakat Indonesia, serta bagaimana sebuah sistem pemerintahan Indonesia dimata dunia.

Dari data yang telah saya dapat disini data pribadi bukan hanya soal keamanan tetapi juga tata kelola data. Sekitar 1,3 milyar kebocoran data SIM card telah diretas oleh cyber crime, yang entah siapa, dimana, dan bagaimana. Namun yang pastinya hal ini dapat menjadi ancaman bagi negara ini, apalagi netizen Indonesia ini gemar untuk membagikan kegiatan pribadinya dimedia sosial, hal ini memudahkan langkah si cyber crime untuk meretas pengguna yang diinginkan. Badan kominfo sendiri telah melakukan berbagai cara untuk kembali menutup akses pembobolan.

Mulai dari disahkannya RUU Perlindungan Data Pribadi (DPD) menjadi UU PDP menandakan era baru dalam tatanan Kelola data pribadi di Indonesia. Prinsipnya, RUU PDP mengatur tata kelola data dengan tetap menghormati hak subjek data pribadi. Penuturan dari ketua tim tata Kelola data pribadi kementrian komunfo, Hendri Sasmita Yuda pada Webinar Road To National Cybersecurity Connect 2022 pada 21/9/2022, yang mana “Bicara soal data pribadi tentang keamanan, tetapi juga pemenuhan hak-hak proposionalitas untuk mewujudkan tata kelola PDP dari sisi pengendali, hubungan antar pengendali, hak subjek data pribadi tersebut”. Meski telah adanya proses penanggulan menangani peristiwa ini, tetapi tidak hanya berpangku pada pemerintah namun juga diri sendiri mampu mengendalikan bagaimana sikap dan tindakan dalam membagikan informasi informasi melalu media.

Bahayanya lagi kebanyakan manusia ini memiliki sifat mudah sekali untuk dipengaruhi dengan ini saja cara si cyber untuk mengulik informasi lebih mendalam menjadi lebih mudah, hanya dengan membuat web dan menambahkan berbagai macam informasi yang menarik. Hal inilah yang menjadi daya tarik bagi si pengunjung laman, rasa penasaran disini sangat diuji yang kemudian akan menimbulkan sugesti. Sugesti disini mampu membuat manusia mengalami yang namanya gagal faham dalam mengartikan sebuah informasi yang didapatkan. Hal ini merupakan langkah yang mudah untuk tsunami informasi melanda, bagaimana tidak perputaran informasi makin gencar terjadi diberbagai platform media sosial. Mulai dari Instagram, facebook, twitter, youtube, hingga yang kini paling banyak di pakai yaitu tiktok. Dari sini saja banyak yang masih mencari informasi secara instan melalui media sosial entah bagaimana kebenarannya mereka langsung mencerna tanpa memproses. Tentunya jika makanan yang dicerna tanpa diproses akan menimbulkan gejala atau efek samping pada tubuh korban. Begitu pula yang terjadi jika gelombang tsunami informasi menghantam kita wajib untuk melakukan proses cek dan ricek terhadap peristiwa yang yang dibalut dalam sebuah informasi.

Sebagaimana yang kita ketahui bahwasannya informasi itu belum tentu berita, sedangkan berita sudah pasti informasi. Nah ini yang wajib diluruskan jika kita bahas kembali judul diatas tsunami informasi ancaman bagi zaman, bagaimana tidak semakin majunya perkembangan zaman maka teknologi informasi pun akan beriringan. Hal ini dibuktikan dengan mudahnya kegiatan informasi dari tahun ke tahun, dari bertukar informasi melalui merpati (surat) sampai dengan hanya lewat sentuhan tangan. Sungguh manusia telah dimudahkan oleh teknologi, namun digagapkan sebuah informasi. Tsunami informasi ini memiliki pengaruh yang sangat besar, pertama, memudahkan para cyber crime untuk melancarkan aksinya berupa meretas data suatu negara bahkan orang-orang penting untuk mendapatkan sebuah keuntungan. Kedua, sebagai wadah pihak-pihak yang tak bertanggung jawab untuk menyebarkan sebuah informasi yang tak berlandaskan keaktualan, dan kejujuran, ketiga, sebagai sarana untuk mempengaruhi manusia satu dengan manusia lain agar turut serta dalam kepentingan sebuah pihak/kelompok, dan yang keempat, sebagai ajang ketenaran beberapa pihak untuk mencapai kebutuhan yang tak memiliki kebenaran didalamnya.

Tsunami informasi ini dapat membuat kita seeakan buta proses karena setiap harinya kita diterjang derasnya informasi tanpa henti baik berupa isu politik, ekonomi, budaya, agama, suku/ras, toleransi, serta tenggang rasa terhadap kehidupan dunia. Seolah zaman menekan kita untuk peka dan mampu menangkap rangsangan dari setiap informasi yang diperoleh. Lalu apakah kita akan diam saja tanpa melakukan filterisasi terhadap guncangan gelombang informasi ini? Tentu tidak upaya terbesar dan wajib dimiliki setiap manusia adalah rasa curiga, teliti, serta objektif dalam menilai dan memproses suatu informasi yang diperoleh dari dunia maya (media sosial), maupun dari dunia nyata ( pendapat manusia langsung). Pertumbuhan informasi memang sangat penting untuk selalu tumbuh dan diupdate, namun sayangnya ilmu yang tumbuh tanpa didasari oleh pengalaman dan pembelajaran akan menciptakan sebuah hasil berupa informasi tanpa landasan yang kukuh untuk menjadi penyokong kebenaran suatu informasi Ketika telah dipublikasikan dan kemudian ditangkap oleh sang komunikan. Informasi dan zaman adalah pasangan yang serasi jika didalamnya diringi sistem komunikasi yang baik sebagai wadah dari dicerna dan diprosesnya informasi tersebut yang kemudian akan menjadi sebuah berita, media cetak, media elektronik serta media sosial adalah perantara yang menjadikan iformasi makin berkembang. Literasi digital adalah solusi yang dapat digunakan sebagai sarana untuk pemrosesan sebuah informasi.

Tulisan: Indah Kurnianti Mahasiswa S1 Jurnalistik Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Universitas Bengkulu