Soal Fee 20 Persen, PB HMI: Usut Tuntas Pungli Oplah di Lebong

Wakil Sekretaris Jenderal PB HMI, Maulana Taslam

Lebong, Sentralnews.com – Agenda prioritas nasional Presiden Prabowo Subianto dalam mewujudkan swasembada pangan terancam menghadapi hambatan serius. Di Kabupaten Lebong, Provinsi Bengkulu, muncul dugaan praktik korupsi berupa pungutan liar (pungli) atau fee 20 persen pada program Operasional Lahan (Oplah) Non Rawa senilai Rp11,6 miliar.

Menanggapi hal itu, Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) mendesak Kejaksaan Negeri (Kejari) Lebong untuk segera menindaklanjuti dugaan penyimpangan tersebut.

Wakil Sekretaris Jenderal PB HMI, Maulana Taslam, menegaskan bahwa praktik seperti ini sangat mencederai semangat swasembada pangan yang tengah digenjot pemerintah.

“Jika benar ada potongan 20 persen dari dana Oplah Non Rawa, maka ini jelas melanggar hukum dan moralitas birokrasi. Kejari Lebong harus bertindak tegas tanpa pandang bulu,” ujar Maulana di Jakarta, Minggu (19/10/2025).

Maulana menilai lemahnya pengawasan di tingkat daerah membuat program pusat rawan dijadikan ladang mencari keuntungan. Ia menegaskan, persoalan ini bukan hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga berpotensi menggagalkan kesejahteraan petani serta kedaulatan pangan nasional.

PB HMI, lanjutnya, akan terus mengawal proses hukum kasus tersebut agar transparan dan tidak mandek.

“Publik berhak mengetahui sejauh mana keseriusan penegak hukum dalam menangani kasus ini. Swasembada pangan tidak boleh dikotori oknum rakus,” tegasnya.

Kasus ini mencuat setelah 123 kelompok penerima dana Oplah seperti P3A, Poktan, dan Gapoktan, mengaku dimintai fee 20 persen oleh oknum pejabat di internal Dinas Pertanian dan Peternakan (Disperkan) Lebong.

Berdasarkan data, P3A Air Sejahtera di Kecamatan Bingin Kuning menerima paket terbesar senilai Rp386 juta, sementara paket terkecil diterima Poktan Rawa Makmur di Kecamatan Pinang Belapis sebesar Rp32,2 juta.

Kejaksaan Negeri Lebong telah memanggil 60 kelompok tani untuk dimintai keterangan.

“Kita masih mendalami keterlibatan pihak internal dinas maupun pihak luar,” kata Kasi Pidsus Kejari Lebong, Robby Rahditio Dharma, SH, MH.

Robby juga menegaskan pemeriksaan masih berjalan dan tidak menutup kemungkinan memanggil pihak lain.

“Saat ini baru 60 yang sudah dipanggil. Untuk hasilnya, tunggu saja,” ujarnya.

Beberapa ketua kelompok tani mengaku dipaksa menyerahkan potongan 20 persen dari dana Oplah kepada oknum Kepala Bidang Disperkan Lebong.

“Iya, benar fee 20 persen diserahkan ke oknum Kabid Disperkan. Uangnya kami masukkan ke kresek hitam,” ungkap salah satu penerima berinisial AC dari Kecamatan Topos.

Pengakuan serupa juga datang dari kelompok tani di Amen, Lebong Tengah, Lebong Selatan, hingga Pinang Belapis.

Namun dugaan tersebut dibantah Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Lebong, Hedi Parindo, SE. Ia menegaskan dana Oplah ditransfer langsung ke rekening kelompok tani.

“Dana ditransfer langsung ke rekening masing-masing kelompok. Jadi bagaimana bisa ada pemotongan? Sampai hari ini saya belum menerima laporan,” kata Hedi, Jumat (3/10/2025).

Hedi juga menyebut program Oplah didampingi langsung oleh Kejari Lebong.

Sementara itu, Kabid Disperkan Lebong, Budi, yang disebut-sebut sebagai pihak yang memungut fee 20 persen, membantah keras tuduhan tersebut.

“Soal fee 20 persen, kalau saya tidak ada. Uangnya langsung masuk ke rekening mereka. Baik itu instruksi dari provinsi ataupun pusat, itu tidak ada,” elaknya.

PB HMI menegaskan akan mengawal kasus ini hingga tuntas. Mereka meminta Kejari Lebong tidak takut menindak pejabat mana pun yang terlibat.

“Hukum tidak boleh tumpul ke atas. Jika ada oknum yang bermain, seret ke meja hijau,” tutup Maulana Taslam. (FR)