ADA APA DENGAN FAP? Pasca Digeledah, Pejabat BP Batam Justru Naik Jabatan, Kodat86: Ini Indikasi Klaster!

Batam, Sentralnews.com  – Sebuah kasus dugaan korupsi proyek Revitalisasi Dermaga Utara Pelabuhan Batu Ampar yang mandek kini kembali mencuat. Ketua Kelompok Diskusi Anti 86 (Kodat86), Cak Ta’in Komari, secara terbuka menantang Dirkrimsus Polda Kepri untuk membongkar tuntas kasus ini hingga ke akar-akarnya, termasuk mendesak penetapan tersangka terhadap seorang pejabat kunci yang justru baru saja dilantik.

Yang menjadi sorotan panas adalah status Fesly Abadi Paranoan (FAP), mantan Direktur Perencanaan Proyek Strategis BP Batam. Padahal kantor dan rumah FAP telah digeledah penyidik pada 19 Maret 2025, anehnya statusnya masih sebagai saksi. Bahkan, yang lebih mencengangkan, FAP justru dilantik menjadi Direktur Perencanaan BP Batam oleh Kepala BP Batam Amsakar Ahmad pada 16 Juni 2025 lalu.

“Ini keanehan yang sangat mencolok. Jangan sampai ada upaya mengklaster orang yang terlibat, soalnya ada indikasi ke arah sana,” tegas Cak Ta’in kepada media, Selasa (4/11), dengan nada prihatin.

Cak Ta’in, yang juga mantan jurnalis dan akademisi, mendesak agar FAP segera ditetapkan sebagai tersangka. Ia mempertanyakan konsistensi hukum dari proses penggeledahan yang dilakukan.

“Penggeledahan itu bukan hal sepele. Itu membutuhkan izin ketua pengadilan yang hanya diberikan jika sudah ada tersangka dan bukti yang cukup. Pertanyaannya, kalau FAP hanya saksi, atas dasar apa penggeledahan rumah dan kantornya dilakukan? Atau jangan-jangan seharusnya dia sudah berstatus tersangka?” paparnya dengan analisis hukum yang tajam.

Kasus proyek senilai Rp 75 Miliar ini telah menyedot perhatian publik. Audit BPKP telah membuktikan adanya potensi kerugian negara hingga Rp 30 Miliar. Cak Ta’in mendesak penyidik untuk menelusuri aliran dana sebesar itu.

“Mustahil uang Rp 30 miliar menguap begitu saja tanpa mengalir ke para pengambil kebijakan. Kami minta Polda Kepri mengusut aliran dananya hingga tuntas. Siapa penerima utamanya?” tandasnya.

Proyek yang dikerjakan PT Marindo Karyautama Subur sejak 2021 ini disebut bermasalah sejak perencanaan. Proyek ini mengalami 8 kali addendum dan akhirnya di-PHK pada Maret 2023 karena kendala teknis struktural yang parah.

Dukungan untuk mengungkap kasus ini juga datang dari Ketua Padepokan Hukum Indonesia, Mus Gaber. Ia mendukung jika ada pelaporan ke pusat atas kasus yang mandek dan indikasi kesalahan prosedur.

“Jika penyidik menyalahi SOP penggeledahan, kita bisa laporkan ke Irwasum atau Propam Polri,” ujar Mus Gaber, memberikan sinyal bahwa pengawasan internal terhadap kinerja penyidik juga diperlukan.

Dengan tekanan yang kian menguat, publik kini menunggu tindak lanjut konkret dari Polda Kepri. Akankah kasus besar ini benar-benar diusut tuntas hingga ke level pejabat tinggi, atau hanya akan berhenti di level pelaksana saja? Pertanyaan ini menggantung menuntut jawaban yang transparan.

 

Editor: red/rilis