Ternyata, BPJS Ketenagakerjaan Bukan Hanya Diperuntukan Bagi Karyawan Swasta dan PNS

BENGKULU, SemarakNews.co.id – Berdasarkan data yang dirilis oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Kabupaten Rejang Lebong, jumlah masyarakat Rejang Lebong yang telah menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan telah tercatat sebanyak 3.564 tenaga kerja yang terdiri dari Pekerja Penerima Upah (PPU) seperti Karyawan Swasta dan Pegawai Negeri Sipil (PNS), Pekerja Bukan Penerima Upah (BPU) seperti Petani, Artis, dan Profesional dan Pekerja Jasa Kontruksi (PJK) yakni pengusaha Kontraktor dan pekerjanya.

 

Ditemui SemarakNews.co.id, pada Rabu (24/8/2016) diruang kerjanya, Kepala Unit (Kanit) Ketenagakerjaan, Bambang mengatakan bahwa sejak dilaunchingoleh Pemerintah pusat pada 1 Juli 2015,  dengan nama Jamsostek, kini telah bertransformasi menjadi BPJS Ketenagakerjaan dengan jumlah 253 KCP yang tersebar di seluruh Indonesia. Bambang menjelaskan, BPJS Ketenagakerjaan siap memberikan jaminan sosial ketenagakerjaan dengan tawaran 4 program unggulan bagi pesertanya. Keempat program yang ditawarkan, bisa langsung didapatkan oleh peserta diantaranya Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) bagi peserta mulai dari perawatan dan pengobatan sampai dinyatakan sembuh oleh pihak dokter yang menanganinya. Lalu, Jaminan Kematian (JKM) bagi peserta dengan besaran santunan yang disesuaikan dengan kategori kematian yang dialami peserta sebesar Rp 24 juta (meninggal biasa) dan Rp 84 juta (meninggal karena kondisi berkerja).

 

“Untuk program yang tengah kita sosialisasikan kepada masyarakat ketegori Pekerja Bukan Penerima Upah (BPU) hanya dikenakan biaya iuaran bulanan sebesar Rp 22.800 dan berhak mendapatkan jaminan kecelakaan kerja (JKK) dan jaminan kematian (JKM). Salah satu alasan yang mendasari pemerintah pusat mewajibkan masyarakat untuk menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan agar adanya rasa aman selama bekerja baik dari sektor formal maupun non formal tanpa ada kerisauan bila sewaktu-waktu terjadi kecelakaan kerja atau pun sampai meninggal dunia,” ujar Bambang.

 

Saat ini bagi sebagian masyarakat belum sepenuhnya menganggap program BPJS Ketenagakerjaan sebagai kebutuhan dasar. Tapi, justru pandangan seperti itulah sangat keliru, sebab bagi para pekerja yang tidak menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan tidak ada yang bisa memberikan jaminan sekalipun perusahaan atau pun tempat dia bekerja. Sehingga bila pekerjaan formal dan informal sewaktu-waktu terjadi musibah baik itu kecelakaan ringan dan berat sekalipun, mau tidak mau akan dirawat di rumah sakit. Selama mendapatkan perawatan dan pengobatan di Rumah Sakit akan ditanggung oleh pekerja tanpa pernah tahu berapa biaya yang harus dikeluarkan. Sebaliknya, jika pekerja tersebut telah menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan maka biaya selama perawatan dan pengobatan selama di rumah sakit ditanggung oleh BPJS Ketenagakerjaan.

 

“Bahkan bila terjadi meninggal dunia maka ahli warisnya berhak mendapatkan santunan termasuk jaminan beasiswa Rp 12 juta. Diberikan kepada 1 orang anak dari korban yang meninggal. Untuk jangka proses pencairan santunan jaminan kita berikan maksimal 14 hari kerja, artinya selama proses validasi data yang dibutuhkan lengkap bisa langsung kita cairkan. Jadi tidak lagi ada alasan bagi pekerja yang tergolong dari PU, BPU, atau pun Pekerja Jasa Kontruksi untuk tidak lagi mau menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan,” paparnya.

 

Selain itu, BPJS Ketenagakerjaan juga memikliki program jaminan hari tua (JHT) dan jaminan pensiun bagi peserta yang bekerja pada kategori penerima upah disebuah perusahaan atau badan usaha swasta yang bergerak disektor apa saja. Program JHT ini merupakan program menghimpun dana yang ditujukan sebagai simpanan yang dapat dipergunakan oleh peserta, terutama bila penghasilan yang bersangkutan terhenti karena berbagai sebab, seperti catat total, telah mencapai usia 56 tahun, meninggal dunia, atau berhenti bekerja (PHK), mengundurkan diri, dan atau meninggalkan Indonesia atau tempat dia berkerja. Pembayaran JHT dapat diambil sekaligus apabila peserta telah masuk masa pensiun, cacat total, meninggal dunia, atau PHK. Lalu, pembayaraan JHT dapat diberikan sebagian sampai batas tertentu apabila peserta telah memiliki  masa kepesertaan paling singkat 10 tahun.

 

“Pengambilan manfaat JHT sampai batas tertentu paling banyak 30 persen dari jumlah JHT yang diperuntukkannya untuk kepemilikan rumah atau paling banyak 10 persen untuk keperluan lain sesuai persiapan masa pension,” demikian Bambang.[**]