Bengkulu, sentralnews.com- Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Bengkulu mendorong pengolahan karet untuk dimanfaatkan menjadi aspal dan Bahan Bakar Nabati (BBN).
Ketua Gapkindo Bengkulu, Azwardi Prasetia mengatakan, pemanfaatn karet menjadi BBN dilakukan karena karet merupukan tanaman perkebunan non pangan yang saat ini produksinya sudah sangat surplus akan tetapi tak semuanya terserap pasar. Sehingga menjadikan karet sebagai BBN sangat potensial untuk meningkatkan harga komoditas ini.
“Kami mendorong pemerintah untuk mendirikan industri hilirisasi pengelolaan karet di Bengkulu. Selain banyak digunakan untuk industri ban, karet juga telah banyak digunakan untuk industri lain seperti bahan baku campuran aspal, bantalan Jembatan serta berpotensi untuk pemanfaatan bahan bakar nabati,” kata Azwardi, Sabtu (25/1) di Bengkulu.
Namun, sambung Azwardi, untuk mewujudkan industri berbasis karet, pemerintah harus konsisten terhadap kebijakan hilirisasi hasil perkebunan karet menjadi produk yang bernilai tambah, seperti pengembangan bahan bakar nabati berbasis karet dan pemanfaatannya di dalam negeri sebagai bahan bauran energi yang berdaya saing.
“Kita minta dukungan dari pemerintah agar ada kebijakan hilirisasi hasil perkebunan karet menjadi BBN, karena karet ini termasuk kategori tanaman bioenergi multiguna,” ujarnya.
Dengan begini, lanjutnya, pemanfaatan karet di luar industri ban semakin terbuka lebar pasca terbitnya beberapa kebijakan terkait penggunaan energi alternatif pengganti BBM untuk jenis diesel/solar.Nantinya biodiesel dapat diaplikasikan baik dalam bentuk 100 persen (B100) atau campuran dengan minyak solar pada tingkat konsentrasi tertentu seperti B20 dan B30.
Dan demikian pula dengan biji karet yang berpeluang lebar menjadi campuran bahan bakar sebab kandungan minyak di dalam daging biji karet mencapai 45,63 persen.Dalam satu tanaman karet mampu menghasilkan 800 biji karet per tahun,jika pada lahan seluas 1 hektare dapat ditanami sebanyak 400 pohon karet diperkirakan menghasilkan sekitar 5.050 kg biji karet per tahun.
“Produksi karet nasional dalam kurun waktu 5 tahun terakhir cukup besar yaitu di atas 3,3 juta ton sedangkan untuk harga karet dalam 5 tahun terakhir terus mengalami penurunan hingga Rp7 ribu per kilogram,” pungkasnya.
Azwardi menambahkan, rendemen minyak biji karet (kering) tercatat sekitar 40-50 persen, sehingga dapat diperkirakan setiap hektare tanaman karet berpotensi menghasilkan 1.000 liter minyak. Sementara daya serap karet untuk industri ban hanya mampu menyerap 70 persen dari konsumsi karet alam nasional. (Lcy)