Lebong, Sentralnews.com – Sepertinya terkait adanya program pengurusan Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona), yaitu program sertifikasi tanah gratis yang sudah ditetapkan dan sudah menjadi acuan dari sekala nilai sesuai Surat Keputusan Bersama (SKB) Kementrian yang sudah ditentukan itu, tidak diindahkan, dan bahkan banyak pihak dan oknum menjadikan pengurusan Prona gratis tersebut jadi lahan dan ladang Pungli.
Bahkan, baru-baru ini diduga banyak pihak, mulai dari Kelurahan, hingga Desa melakukan penarikan biaya sertifikat melampaui Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri (Menteri ATR/BPN, Mendagri, dan Menteri PDTT).
Batas maksimal biaya PTSL 2024 untuk Kategori IV (Provinsi Riau, Provinsi Jambi, Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Lampung, Provinsi Bengkulu, Provinsi Kalimantan Selatan) ditetapkan sebesar Rp200 ribu.
Namun terkait itu, nampaknya
tidak menyudutkan niat dari para oknum-oknum pelaku pungli ini untuk mendapatkan keuntungan dengan berbagai alasan dan cara, bahkan membelakangi terkait regulasi dan serta peraturan yang ada.
Sebelumnya telah mencuat dugaan Pungutan Liar (PUNGLI) yang dilakukan oleh oknum Lurah Tes, Kecamatan Lebong Selatan. Terkait penerbitan Prona di atas SKB yang sudah ditentukan, dan yang mana diketahui perkara dugaan pungli tersebut saat ini sudah ditangani dan masih berproses di Polres Lebong.
Kini kembali mencuat diduga adanya pungutan Penerbitan Prona, kali ini di Desa Suka Sari, Kecamatan Lebong Selatan, Kabupaten Lebong, Bengkulu.
Salah satu warga Desa Suka Sari yang tak mau disebutkan namanya, menceritakan jika dirinya rela naik ojek untuk menemui Wakil Bupati Kabupaten Lebong di rumah Dinasnya.
Diketahui jika kunjungan dari salah warga Sukau Sari tersebut itu juga, bertujuan untuk menyampaikan kepada Wabup, bahwa dirinya ikut dalam pembuatan Prona.
Selain itu dirinya juga mengatakan, bahwa ia saat melakukan pengurusan Prona itu, dikenakan biaya oleh Pemdes Suka Sari senilai Rp400 ribu.
Selain itu diketahui, jika sertifikat Prona salah satu waraga itu sendiri sampai saat ini belum keluar, sementara untuk warga yang lain sudah ada yang keluar.
“Karena di surat jual beli itu atas nama saudara saya, mereka bilang ingin buat pengalihan nama, karena itu saya dimintai uang tambahan sejumlah Rp200 ribu, jadi totalnya Rp400 Ribu,” terang salah warga Desa Suka Sari.
Lalu kemudian dirinya juga mengatakan, bahwa pernah menanyakan kepada pihak Desa, terkait sertifikat miliknya yang belum keluar itu.
Namun, jawaban dari pihak Pemdes Suka Sari agar untuk menunggu, karena hal tersebut masih diproses oleh pihak BPN.
Terkait soal informasi tersebut, saat dikonfirmasi kepada pihak Pemdes Desa Suka Sari. Dikutip dari media Rakjat.com, Pjs Kades Suka Sari Marian Sori membenarkan terkait adanya informasi tersebut.
Marian Sori mengatakan, bahwa memang benar di Desanya mendapatkan kuota pembuatan Prona lebih kurang sebanyak untuk 150 sertifikat.
Kemudian dirinya juga mengatakan, terkait soal pungutan tersebut, bahwa nilainya tidak diangka Rp200 ribu saja, dan ia mengatakan ada juga yang nilainya mencapai Rp400 ribu.
“Memang ada pemungutan sejumlah biaya, cuman karena dasar surat untuk bikin sertifikat warga itu tidak ada, karena kelengkapan mulai dari keterangan surat hiba atau jual belinya iuga tidak ada, karena kelengkapan surat awalnya juga tidak ada. Maka dilakukan pengukuran kembali oleh perangkat Desa, dan saya mengatakan untuk yang bersangkutan agar memberikan uang rokok ke perangkat desa saya, jadi Mungkin itu perangkat saya ambil Rp200 lagi, tambahan dari nilai yang Rp200 ribu kemarin, jadi totalnya Rp400 ribu, tapi tidak semua pembuatan sertifikat kita kenakan biaya, ada juga yang kita gratiskan,” jelas Kades.
Tak hanya itu, kemudian Ansori selaku Pjs Desa Suka Sari itu juga mengatakan. Dari pungutan tersebut, selain nantinya diperlukan untuk uang rokok Perangkat Desanya, uang tersebut itu juga untuk digunakan buat makan minum anggota BPN jika datang ke Desa saat melakukan proses pengukuran.
Dari pernyataan Pjs Desa tersebut, diduga bahwa adanya Dugaan Pungutan Liar (PUNGLI) terhadap proses pengukuran tanah, dan menerbitkan surat menyurat terkait keterangan jual beli tanah, ataupun juga untuk mengeluarkan surat keterangan hibah di Desa itu.
Terpisah, direktur NAL Devi Gunawan saat dikonfirmasi dan dimintai tanggapannya, terkait maraknya dugaan pungli yang terjadi belakangan ini.
Devi mengatakan bahwa pihak Saber pungli yang ada di Kabupaten Lebong agar menyikapi persoalan ini dengan serius.
Mengingat bahwa tindakan dugaan pungli ini seperti mendapatkan perlakuan khusus dan terkadang seolah-olah tidak tersentuh hukum, dan semakin hari praktiknya justru semakin subur.
“Jika pelaku ataupun oknum-oknum yang melakukan dugaan pungli ini terbukti dan tidak ditindak dengan tegas. Maka efek jerah dan tindakan dari saber pungli untuk melakukan pencegahan itu percuma. Toh ternyata kejadian dugaan Pungli ini, bahkan berulangkali terjadi. Belum ada yang terjerat hukum malahan, dan bahkan sama-sama kita lihat, perkaranya justru hilang begitu saja terkait soal dugaan pungli ini,” jelas Devi.
Selain itu, Devi juga berharap bahwa pihak saber pungli serta pihak penegak hukum agar untuk menindak tegas bagi oknum-oknum yang melakukan dugaan pungli ini.
“Untuk satgas saber pungli dan juga APH, terkait soal adanya dugaan pungli ini. Tolong tegakkan supremasi hukum yang setegak-tegaknya sesuai dengan undang-undang yang berlaku, agar ada efek jerah untuk pelaku pungli di bumi Swarang Patang Stumang ini. Jangan biarkan dugaan Pungli ini semakin hari semakin semakin subur,” pungkas Devi. (**/FR)