Batam, Sentralnews.com – Kinerja Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS) sektor jasa keuangan disorot tajam oleh kuasa hukum debitur, Jhon Asron Purba S.H dan Sebastian Surbakti, S.H. Hal ini menyusul ketidakmaksimalan lembaga tersebut dalam menangani sengketa antara debitur dan kreditur dalam kasus yang melibatkan PT. Maybank Finance Indonesia.
Sebastian Surbakti, S.H. menilai bahwa LAPS sektor jasa keuangan belum menunjukkan hasil yang memadai dalam penyelesaian sengketa yang mereka tangani. Pada Selasa, 4 Februari 2025, kuasa hukum debitur menghadiri mediasi yang dijadwalkan oleh lembaga tersebut di kantor OJK Kota Batam, namun hingga pukul 17.30 WIB, para pihak yang terlibat dalam mediasi tersebut belum juga hadir.
“Proses yang tidak konsisten seperti ini menambah kekecewaan bagi kami dan debitur yang berharap penyelesaian segera tercapai,” ujar Surbakti.
Menurut kronologi yang di ceritakan ya, Kasus ini bermula pada Juli 2024, saat seorang debitur berinisial NS mengajukan pembiayaan untuk membeli kendaraan Mazda 3 jenis Sedan melalui PT. Maybank Finance Indonesia. NS membayar biaya asuransi kendaraan sebesar Rp11.736.000 dan perluasan asuransi sebesar Rp200.000 kepada pihak Maybank. Namun, masalah muncul ketika NS mendapati bahwa uang asuransi yang telah dibayar tidak diserahkan kepada pihak asuransi yang ditunjuk, PT. Asuransi Etiqa Internasional Indonesia, yang menimbulkan dugaan penipuan.
Masalah semakin rumit ketika kendaraan yang dibeli oleh NS terendam air pada 14 Oktober 2024, mengakibatkan kerusakan. Klaim asuransi yang diajukan pada 25 Oktober 2024 ditolak karena polis asuransi yang dibayar tidak mencakup perluasan asuransi yang dijanjikan. Setelah beberapa kali menghubungi pihak Maybank Finance Indonesia, debitur tidak mendapatkan respons yang memadai.
Sebagai akibatnya, debitur mengalami kerugian material sebesar Rp197.611.000, yang mencakup uang muka kendaraan dan cicilan yang telah dibayar. Selain melaporkan kasus ini ke Polresta Barelang terkait dugaan penipuan dan penggelapan, debitur juga mengajukan permohonan penyelesaian sengketa melalui LAPS sektor jasa keuangan. Namun, hingga saat ini, proses penyelesaian belum membuahkan hasil.
Sebastian Surbakti menegaskan bahwa lembaga penyelesaian sengketa harus bekerja lebih maksimal dan memberikan keadilan bagi debitur yang merasa dirugikan.
“Kami sangat berharap agar lembaga penyelesaian sengketa dapat bekerja lebih optimal dan memberi rasa keadilan bagi debitur. Jangan menunda-nunda terus dengan alasan yang tidak jelas,” tutupnya.
Kejadian ini semakin menguatkan perlunya evaluasi terhadap kinerja LAPS sektor jasa keuangan agar dapat lebih efektif dalam menangani sengketa antara debitur dan kreditur. Pemerintah diminta untuk memperhatikan masalah ini demi terciptanya sistem penyelesaian sengketa yang lebih adil dan efisien. (red)
tim