Bengkulu, Sentralnews.com – Mengambil momentum Hari Buruh Internasional, gabungan mahasiswa, organisasi kepemudaan (OKP), dan buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Provinsi Bengkulu, menggelar aksi di depan DPRD Provinsi Bengkulu pada Jumat, 3 Mei 2024. Mereka menyuarakan berbagai tuntutan terkait keluhan buruh yang selama ini dinilai kurang diperhatikan.
Lebih dari 200 orang berkumpul sekitar pukul 13.00 WIB, menyampaikan orasi dan meminta beraudiensi langsung dengan anggota DPRD Provinsi Bengkulu. Salah satu tuntutan utama mereka adalah pencabutan Undang-Undang Omnibus Law yang dianggap merugikan buruh.
Ketua KSPSI Provinsi Bengkulu, Aizan Dahlan, menegaskan bahwa undang-undang tersebut telah digugat di Mahkamah Konstitusi dan dinyatakan inkonstitusional bersyarat. Namun, pemerintah justru menerbitkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 yang dinilai masih merugikan buruh, terutama terkait pemberhentian hubungan kerja (PHK) dan sistem outsourcing.
Aizan juga menyoroti masalah perhitungan upah yang dilakukan terpusat di Badan Pusat Statistik, mengurangi kewenangan daerah, serta persoalan Tunjangan Hari Raya (THR) yang dikenakan pajak dan tidak dibayarkan tepat waktu. Di tingkat lokal, UMP Bengkulu sebesar Rp2,5 juta dianggap sangat rendah dibandingkan daerah lain di Sumatera.
Perwakilan mahasiswa juga mengkritik kebijakan pemerintah yang memperingati Hari Buruh dengan aksi bakti sosial di Kabupaten Bengkulu Tengah, yang dinilai hanya sebagai pencitraan. Presiden BEM KBM Universitas Bengkulu, Ridhoan P. Hutasuhut, menyindir bahwa aksi seperti sunatan massal dan pembagian beasiswa Rp250 ribu tidak cukup menunjukkan kepedulian terhadap kesejahteraan buruh.
Aksi tersebut masih berlangsung dengan pengamanan dari pihak kepolisian.(Adv)