Batam, Sentralnews.com – Perkara Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dengan nomor 466/Pid.Sus/2024/PN Btm telah diputuskan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Batam, memutuskan terdakwa Daniel Marshall Purba terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana Kekerasan Fisik Dalam Lingkup Rumah Tangga sebagaimana dalam dakwaan pertama primair dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan dijatuhi hukuman 3 bulan 10 hari, atau 2/3 dari apa yang telah dituntut JPU.
Berdasarkan pantauan Sentralnews.com,
selama acara perkara sidang menuai banyak tanda tanya, dan kejanggalan. Hal ini bermula dari tim kuasa hukum terdakwa mengajukan permohonan pra peradilan terhadap kasus KDRT Daniel Marshall Purba, menjelang adanya putusan pra pradilan. PN Batam kemudian menjadwalkan sidang pokok perkara, yang kemudian digunakan Hakim Tunggal Yuanne Maretta, RM, S.H, M.H. sebagai alasan menolak gugatan pra peradilan saat memberikan putusan dikarenakan pemeriksaan pokok perkaranya sudah dimulai.
Hakim Yuanne Maretta, RM, S.H, M.H. kemudian menjadi Hakim anggota dalam pemeriksaan pokok perkara bersama Hakim Vabianne Stuart Wattimena, S.H diketuai oleh Tiwik, S.H., M.Hum sebagai Ketua Majelis.
Adapun kejanggalan dalam tata cara sidang yang dijalankan Majelis Hakim yakni :
1. Majelis Hakim PN Batam diduga mengabaikan KUHAP Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 pasal 160 (b) dengan tidak memeriksa korban terlebih dahulu. Majelis hakim tetap melanjutkan memeriksa total 6 orang saksi fakta 2 saksi di tanggal 24/09/2024 dan 4 saksi di tanggal 1/10/2024) tanpa dibekali keterangan korban terlebih dahulu. Sehingga pada saat pemeriksaan saksi fakta lainnya, Majelis pun terlihat kebingungan terkait bagaimana peristiwa KDRT tersebut terjadi, ditambah ke 6 saksi yang diperiksa juga tidak menyatakan ada melihat KDRT yang dilakukan Daniel Marshall Purba.
2. Pergantian Ketua Majelis Hakim yang menolak Pra Peradilan terdakwa pada tanggal 15/10/2024 Hakim Yuanne Maretta, RM, S.H, M.H. yang sebelumnya adalah Hakim anggota menggantikan Ketua Majelis Hakim Tiwik, S.H, M.Hum menuai pertanyaan. Hakim Tiwik mengeluarkan penetapan untuk memanggil paksa korban ke persidangan secara fisik setelah korban tidak memenuhi 4 kali panggilan Jaksa Penuntut Umum dan pada panggilan ke 4, Terdakwa tetap mengatakan keberatan saksi korban hanya hadir online, namun Hakim Yuanne Maretta RM, S.H, M.H penetapan tersebut terkesan diabaikan dengan mengakomodir korban untuk bersaksi secara online dan keberatan terdakwa hanya dibuat sebagai catatan. Kemudian dihari yang sama, Hakim Yuanne Maretta, RM, S.H, M.H. meminta Terdakwa untuk menghadirkan saksi yang meringankan keesokan harinya (16/10/2024), atau kurang dari 24 jam. Hal yang membuat Terdakwa tidak memiliki kesempatan untuk memanggil saksinya secara patut dan layak sebagaimana diatur dalam KUHAP pasal 227, yang mengatur bahwa pemanggilan saksi harus disampaikan selambat-lambatnya tiga hari sebelum tanggal hadir ditentukan.
3. Penasehat Hukum Daniel Marshall Purba memilih walk-out. Pasalnya, Jhon Asron Purba, SH menyampaikan keberatannya dan membuat surat kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk mengganti Ketua Majelis, namun hal tersebut kembali hanya dibuat sebagai catatan dan Ketua Majelis Yuanne Maretta, RM, S.H, M.H. tetap melanjutkan acara sidang ke pemeriksaan Terdakwa, yang mana pada tanggal 16/10/2024 Terdakwa gagal menghadirkan saksi ade charged. Meski pernyataan keberatan yang dilayangkan terdakwa karena tidak didampingi PH nya, Hakim Yuanne Maretta hanya memerintahkan Panitera untuk mencatatkan, untuk kemudian melanjutkan persidangan sesuai agenda.
4. Pernyataan Penasehat Hukum Terdakwa Jhon Asron Purba, SH dalam konferensi pers usai acara sidang pada tanggal 15/10/2024 sekitar pukul 21.40 wib dini hari, Jaksa Penuntut Umum juga tidak menghadirkan 3 saksi kunci lainnya Edy Kiswanto dan Meyunda sebagai saksi yang selalu ada diruangan dan tidak melihat adanya KDRT yang dilaporkan korban, dan Novianto Budiman yang sebenarnya diminta Terdakwa dalam BAP nya sebagai saksi meringankan untuk mengungkap informasi bahwa KDRT tersebut diduga sebuah rekayasa yang sudah direcanakan sebelumnya oleh korban.
5. Dikutip dari Putusan PN Batam tanggal 18/10/2024 yang menjatuhkan vonis 3 bulan 10 hari, dengan pertimbangan bahwa hakim berpendapat kasus KDRT itu meresahkan Masyarakat terkesan berlebihan, karena tidak adanya pembuktian berupa laporan Masyarakat terkait peristiwa tersebut. Pertimbangan selanjutnya bahwa Terdakwa tidak menolong korban saat korban terjatuh juga berlawanan dengan kenyataan bahwa dalam persidangan Jaksa Penuntut Umum tidak berhasil membuktikan korban terjatuh terlebih lagi Terdakwa tidak menolong korban saat terjatuh pada bukti video sepanjang kurang lebih 20 menit tersebut. Adapun pertimbangan yang meringankan, Majelis berpendapat Terdakwa menyesali perbuatannya juga bertolak belakang dengan pembelaan Terdakwa yang menyatakan bahwa peristiwa pendorongan yang didakwakan Jaksa atas keterangan korban tidak pernah terjadi, Dikarenakan demikian, tidaklah mungkin Terdakwa dapat menolong saksi korban yang tidak jatuh.
Hingga berita ini diunggah, pewarta media ini masih melakukan penelusuran terkait kasus tersebut, dan belum mengkonfirmasi ke Pengadilan Negeri Batam dan Kejari Batam.
Editor red
Liputan tim.