Lebong, Sentralnews.com – Kejaksaan didesak melakukan penanganan serius terhadap kasus dana Optimalisasi Lahan (Oplah) Non Rawa di Kabupaten Lebong. Setelah seluruh 123 kelompok penerima yang terdiri dari P3A, Poktan, dan Gapoktan selesai diperiksa oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Lebong, desakan agar oknum pejabat Dinas Pertanian dan Perikanan (Disperkan) turut diperiksa semakin menguat.
Pemanggilan yang dilakukan bertahap itu mencakup kelompok penerima dengan total dana Rp11,6 miliar. Dalam prosesnya, seluruh kelompok telah menandatangani surat pernyataan tanggung jawab, berisi kesediaan untuk menanggung akibat apabila fisik bangunan Oplah tidak sesuai spesifikasi.
Namun, di balik pemeriksaan itu, mencuat isu adanya permintaan fee sebesar 20 persen yang diduga dilakukan oleh oknum Kepala Bidang (Kabid) di lingkungan Disperkan Lebong.
Tokoh muda Lebong, Anjar SH, menganggap sikap diam sebagian penerima bantuan justru menimbulkan tanda tanya besar. Ia mendesak Kejari Lebong untuk tidak berhenti hanya pada pemanggilan penerima bantuan.
“Kejari jangan hanya fokus pada penerima. Oknum yang diduga meminta fee 20 persen itu juga harus dipanggil dan diperiksa. Ini penting agar kasusnya terang benderang dan tidak ada kesan tebang pilih,” tegas Anjar, Kamis (30/10/2025).
Menurutnya, praktik semacam itu mencederai prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana pemerintah.
“Kalau benar ada permintaan fee, itu jelas pelanggaran hukum. Kami masyarakat Lebong ingin tahu siapa aktornya, jangan sampai kasus ini tenggelam,” tegas Anjar.
Dari data yang dihimpun, P3A Air Sejahtera Desa Talang Liak I, Kecamatan Bingin Kuning, tercatat menerima dana terbesar yakni Rp386 juta. Sedangkan penerima terkecil adalah Poktan Rawa Makmur Desa Ketenong II, Kecamatan Pinang Belapis, senilai Rp32,2 juta.
Sementara itu, Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Lebong, Robby Rahditio Dharma, SH, MH, menjelaskan pihaknya telah meminta para kelompok tani menandatangani surat pernyataan tanggung jawab.
“Sudah, mereka tidak membenarkan adanya fee. Namun kami sudah mengupayakan agar mereka jujur. Jadi kami meminta mereka membuat pernyataan, apabila ke depan fisik bangunan Oplah tidak sesuai, maka surat pernyataan itu akan menjadi bukti,” terang Robby.
Di sisi lain, Kepala Disperkan Lebong, Hedi Parindo, SE, membantah adanya praktik pemotongan dana. Ia memastikan dana Oplah langsung ditransfer ke rekening kelompok penerima tanpa melalui pihak manapun.
“Itu kan langsung ke rekening mereka (P3A, Poktan, Gapoktan). Jadi bagaimana bisa ada pemotongan? Sejauh ini tidak ada laporan ataupun aduan yang saya terima,” ujar Hedi, Jumat (3/10/2025).
Hedi juga menegaskan bahwa pelaksanaan program Oplah didampingi langsung oleh pihak Kejari Lebong.
“Iya, pendampingan Kejari Lebong,” ungkapnya saat dikonfirmasi melalui seluler.
Sementara Kabid Disperkan Lebong, Budi, yang disebut-sebut sebagai pihak yang diduga meminta fee 20 persen, juga membantah keras tudingan tersebut.
“Soal fee 20 persen, kalau saya tidak ada. Uangnya langsung masuk ke rekening mereka. Baik itu instruksi dari provinsi ataupun pusat, itu tidak ada,” elak Budi, Sabtu (4/10/2025).
Meski bantahan telah disampaikan berbagai pihak, publik kini menunggu langkah tegas Kejari Lebong untuk memastikan apakah dugaan pemotongan dana Oplah non rawa tersebut hanya sebatas isu, atau benar-benar terjadi di lapangan. (FR)



















